Rabu, 10 Juni 2015

SEJARAH ILMU FILSAFAT

SEJARAH ILMU FILSAFAT
Filsafat lahir pada abad 26 yang lalu. Dari pendekatan historis,secara konvensional orang mengadakan periodisasi/penahapan filsafat sebagai berikut :
a.       Tahap / masa yunani kuno ( abad ke-6 SM s.d akhir abad ke-3 SM)
b.      Tahap / masa abad pertengahan ( akhir abad ke-3 SM s.d awal abad ke-15 )
c.       Tahap / masa modern ( akhir abad ke-15 s.d abad ke-19 )
d.      Tahap / masa dewasa ini (filsafat kontemporer ) abad 20 M
Wajah filsafat pada masa proses kelahirannya ( abad ke- 6-3 SM ), menampakkan diri sebagai mitologi,sebagai dongeng-dongeng, sebagai takhayul, mengapa demikian?
            Di semenanjung Asia kecil tempat kota Athena berada, merupakan pelabuhan yang sangat ramai bagi pertemuan / pertukaran barang-barang dagangan dari barat dan dari timur.
Dalam keadaan begitu damai, aman lancar dan sebagainya ada sekempok kecil anggota masyarakat yang seolah-olah mengambil jarak / mengisolasikan diri dari keramaian kota yang kemudian mempertanyakan:
            Alam semesta ini mengapa begitu teratur, terus –menerus berubah , tetpi perubahan itu tetap menjaga keteraturan-nya. Kemudian mereka lebih lanjut bertanya: sejak kapan alam semesta ini ada, siapa yang mengadakan dan ,mengaturnya ? akan dibawa kemana alam semesta ini yang terus-menerus berubah tetapi teratur ? ada siang, ada malam, ada kelahiran ada kematian, ada musim yang bersilih berganti dan sebagainya.
            Sayang, pertanyaan yang sangat mendalam ini dan hingga kini masih relevan untuk diajukan, namun tidak mampu dijawab oleh mereka. Mereka menyerah kepada dongeng-dongeng, takhayul, mitos dengan mengatakan ,”Semua itu yang menciptakan para dewa, dan sebagainya” sehingga filsafat pada waktu itu menampilkan diri sebagai cerita tentang peranan dewa,takhayul, mitos, tentang terjadinya alam semesta yang disebut sebagai theology dan cosmogony.
            Jadi filsafat pada awal kelahirannya tampil dalam wujud novel-novel, sajak-sajak, nyanyian-nyanyian yang menggambarkan para dewa da nasal-usul terjadinya alam semesta. Hal ini berlangsung lebih kurang tiga abad. Setelah masa itu manusia tidak lagi merasa puas atas dongeng-dongeng tersebut, kemudian mulai mencoba mencari jawaban secara akhliah. Disini filsafat lari dari mitos ke logos, dari takhayul ke pikir. Kemudian lahirlah para filsuf pertama yang secara logika akal pikir ingin mencari jawaban yang secara teknik  filsafati mempertanyakan, apa arche dari segala sesuatu yang “ada” itu? Pertanyaan tersebut seakan-akan merupakan gerakan demitologi, muncul sebagai reaksi terhadap ketidakpuasan atas jawaban-jawaban mitologi yang tidak masuk akal. Diantara para filsuf yang pertama lari dari mitos kelogos antara lain Thales ( 624-548), anaximandros ( 610-540), pytagoras (580-500),demokritos ( 460-370 ) dan lain-lain. Dengan tinggal landasnya oara filsuf alam semesta, Filsafat yunani kuno mencapai puncak keagungannya pada diri Socrates ( 469-399 SM), Plato (427-347) da naris toteles (348-322 SM ). Jadi dengan tokohnya seprti Socrates, dilanjutkan oleh muridnya yang sangat cerdas yaitu Plato dan kemudian dilanjutkan oleh muridnya yaitu aristoteles, filsafat menjadi kegiatan olmiah sampai pada puncak perkembangannya. Akibat orang sering mengatakan bahwa filsafat hari ini atau sesudah Plato dan Aristoteles tidak lain merupakan masalah yang telah dilemparkan isu-isunya oleh Socrates, Plato dan Aristoteles.
Socrates yang memulai; ia tidak sekedar melihat keatas alam semesta, tetapi Socrates membawa filsafat ke bumi. Terutama diajarkannya nilai-nilai etik dan moral bagi anak-anak muda untuk berfikit secara kritis.
            Akhirnya filsafat jatuh pada mistik lagi pada akhir abad-13 diajarkan oleh Plotinus yang menampakkan dirinya sebagai aliran Neo-Platonisme. Filsafat turun dari aliran-aliran yang mencari kebahagiaan kepada mistik: bagaimana manusia bisa menunggal dengan tuhan, melalui. Dengan demikian filsafat kuno yang semula lahir menampakkan dirinya sebagai mitologi, kemudian berkembang menjadi ilmu pengetahuan dan etikan,dan turun kembali menjadi sesuatu yang bersifat mistik.
            Pasca kejayaan filsafat yunani kuno hingga sampai pada mistik Neo-Platonisme,seluruh ajaran filsafat dan kebudayaan yunani diambil oleh bangsa mesir yang pada saat itu sedang mengalami kejayaan dibawah pimpinan Ratu Cleopatra ( 69-30 SM ).
Kebesaran filsafat yunani kuno sampai dengan filsafat mistik Neo-Platonisme, dapat dikenal luas, langsung atau tidak langsung adalah berkat peranan para filsuf islam.
Sebab sejarah telah mencatat bahwa pada abad ke-9 sampai ke-12 islam telah mengalami zaman keemasan, pusat perkembangan ilmu ditimur adalah Baghdad dan dibarat adalah cordoba. Filsuf islam seperti Al-kindi ( 806-873), Al-farabi (870-950),Ibnu SIna ( 980-1037), Al-ghazali (1058-1111) dan sebagainya.
            Ada yang berpendapat bahwa filsafat islam yang dikembangkan tersebut adalah filsafat Aristoteles. Atas dasar versi ini merekalah yang menurunkan filsafat Aristoteles, kemudian membawa ke Cordoba ini, dan diajarkan dalam “Semangat kebesaran islam”. Pada suatu saat yang diajarkan oleh para filsuf islam dicorcoba ini, ditemukan oleh gereja dan diterjemahkan kedalam bahasa mereka dan disebar luaskan ke Eropa barat. Akibatnya masyarakat Eropa baratlah yang lebih awal mewarisi tradisi berfikir, tradisi berfilsafat yang mengantarkan mereka pada kejayaan abad kini; sebagai penguasa ilmu pengetahuan dan teknologi.
Mengapa ajaran filsuf islam lebih berpengaruh kedunia barat (eropa)? Sebab dunia timur sudah mempunyai filsafat yang tinggi nilainya, akni filasafat cina dan filsafat india. Ibarat air yang mengalir kedataran yang lebih rendah maka karna barat saat itu mengalami kekosongan nilai, dengan sendirinya ajaran filsafat meresap dan merembet kesana. Sedangkan fislsafat cina dan india lebih menekankan kepada etika, bagaimana menjadi warga negara yang baik, tetapi pola pemikiran yang akhliah tidak dikembangkan.
            Pada mulanya kaisar romawi sangat menentang kehadiran agama baru yaitu Kristen yang berpusat di romawi, sehingga  sering terjadi bentrok antara caisar romawi dan agama baru tersebut. Namun sudah menjadi kehendak sejarah agama baru itu makin lama makin berkembang/makin meresap di hati masyarakat pada waktu itu. Sampai suatu saat kaisar Yustanus ( ± 529 ) menyatakan :
            “ Filsafat dan kebudayaan yunani kuno dilarang diajarkan dan sebagai gantinya diajarkan dogma ajaran baru yaitu agama kristiani yang berpusat di Roma”.
            Dengan demikian, kebijakansanaan kaisar yustianus membawa filsafat identic dengan teologi. Sehingga filsafat berubah wajahnya menjadi identic dengan agama Kristen. Pada abad pertengahan inilah dikenal adanya semboyan Ansila teologia filsafat mengabdi kepada agama.
Jadi selama sekitar abad ke-7 -9, filsafat sudah merubah wajahnya untuk mengabdi kepada dogma-dogma Kristen. Akibatnya pada abad pertengahan gereja menjadi : superstate negara diatas negara.
            Karya-karya Aristoteles dipelajari kembali, tidak untuk diamini atau didukung reserve, tetapi untuk dikritik, dipelajari, baik dipertahankan dan yang baik dibongkar habis-habisan. Dalam situasi yang demikian timbul gejala terpisahnya hubungan filsafat dengan agama.
Abad Renaissance kemudian disusul oleh zaman Aufklarung di abad ke-18. Aufklarung adalah suatu gerakan yang didukung suatu kepercayaan bahwa akal manusia merupakan segala-galanya. Gerakan  renaissance dan gerakan aufklarung The age of reason, persoalan apapun dipecahkan dengan rasio.Gerakan rasionalisme inilah yang kemudian menjadi ciri filsafat abad modern.[1]
Filsafat eropa pada abad  pertengahan terkenal dengan nama “filsafat scholastic” artinya Filsafat yang dijarkan di sekolah-sekolah.
            abad pertengahan mengalami 4 fase yaitu masa peralihan (4-9 M ) yang telah membanjiri dengan karangan-karangan dan diterjemahkan kedalam bahasa latin. Meskipun fase pertama ini panjang umurnya namun sedikit kerja yang dihasilkan, karna adanya kegoncangan-kegoncangan yang menimpa roma dan kerajaan romawi, sebagai akibat serangan bangsa barbar, dan pergolakan social yang menyebabkan rusaknya buku-buku. Fase kedua abad ke-12 M munculnya orang-orang theology dan apology. Fase ketiga buku-buku tersebut mendorong pikiran barat dan menimbulkan kegiatan yang luar biasa, dan sebagai kelanjutannya ialah terpisahnya sekolah-sekolah dari kekuasaan uskup-sukkup dan diurus oleh kekuasaan administrasi pemerintahan dan akhirnya timbullah universitas.
Fase keempat, di sebut fase nominalisme, karna kata-kata tentang pikiran murni hanya dianggap sebagai pemikiran kosong. Aliran nominalisme mengajak filsafat yang murni yang terlepas dari agama tetapi juga percaya dengan revolusinya terhadap kekuatan Aristoteles dalam lapangan ilmu pengetahuan dan filsafat dan terkenal pula dengan pemberontakan raja-raja terhadap kekuasaan paus serta pandangan keharusan dipisahkannya agama dan negara.[2]
Jean-Paul Sartre, salah seorang filsuf diantara filsuf  eksistensialis, berpendapat bahwa filsuf abad ke-20 menelaah hakikat kemanusiaan dengan menerapkan kemanusiaan asli pandangannya dalam kaitan dengan dirinya maupun orang lain.[3]
            Perdamaian atau sintesa antara filsafat dan teologi telah dilakukan oleh para pemikir isyraqi, dan al-suhrawardi sampai ke al-Syirazi ( Mulla Sadra ). Hal ini selanjutnya telah memberikan tempat yang aman bagi filsafat di Persia  dan menyiapkan dasar bagi munculnya modernism di negeri-negeri muslim.[4]
            Studi mengenai filsafat dewasa ini berkembang luas, terutama di negara-negara yang banyak berhubungan negara eropa dan barat. Buku-buku karya filosof islam dizaman klasik mulai bermunculan. Namun diakui bahwa pemikiran mereka belum banyak dikenal luas, khususnya di kalanangan umat islam yang tradisional. Hal ini mungkin karna kuatnya pengaruh fikih dan tasauf Al-  ghazali.[5]
            Dalam perspektif seorang posmodermis yang berasal dari tradisi filsafat, modernisme yag berasal dari tradisi filsafat , modernism bisa disebut sebagai semangat (elan ) yang di andaikan ada pada ( dan menyemangati ) masyarakat intelektual sejak zaman renaissance ( abad ke-18 ) hingga paruh pertama abad ke-20. Rasio dipandang sebagai kekekuatan yang dimiliki oleh manusia untuk membangun ilmu pengetahuan dan teknologi, moralitas, dan estetika untuk menentukan arah hidup dan perkembangan sejarah untuk memecahkan  persoalan-persoalan ekonomi untuk mengendalikan system social, politik,dan budaya dan seterusnya.[6]
Filsafat jerman pada kurun pencerahan gagasan-gagasan kefilsafatan amat tersebar luas namun hanya kant yang menandai titik puncak pemikiran manusia. Filsafat jerman memperoleh wataknya yang khas dengan tampilnya kant. Maka dapatlah kini diperoleh kedua buah pokok pikiran sebagai  berikut:
1.      Aku mengambil sikap sebagai sesuatu yang ditentukan oleh bukan-aku.
2.      Aku menyebabkan bukan aku sebagai sesuatu yang ditentukan oleh aku




[1] Sudarto,1996 Metodologi Penelitian Filsafat, Raja GRAFINDO Persada, Jakarta
[2] Hanafi,1996 filsafat Skolastik, Pustaka Alhusna, Jakarta
[3] Semiawan Conny R.,Putrawan Made dan Setiawan,1988 Dimensi Kreatif Dalam Filsafat ilmu, remaja rosdakarya, Bandung
[4] Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam,
[5] Nata Abuddin, 2001, Ilmu Kalam Filsafat dan Tasauf, Fajar Interpratama, Jakarta
[6] Abidin Zainal,2009, filsafat Manusia, Remaja Rosdakarya, Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar