POLA DAKWAH BERDASARKAN SASARAN
DISUSUN OLEH:
MUNAWIR SAPUTRA
M. RINALDI
UNIT: 4
STUDY: ILMU DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN AR-RANIRY
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2015
BAB I PENDAHULUAN
KATAPENGANTAR
Semakin
berkembangnya zaman semakin perlunya bagaimana untuk mengembangkan agama islam
yang di pertama kali di kembangkan oleh rasulullah. Dari suri tauladan yang
dapat di contoh dari rasul mengajarkan kita untuk bagaimana menjadi seorang
yang lebih kretif dalam berdakwah untuk mencapai tujuan sebagaimana yang telah
diwajibkan kepada umat muslim pada umumnya. Dari situ maka dari itu kmi mencob
memaparkan ringkasan dari bagaimana berdakwah sesuai dengan sasarannya. Dan apa
bila ada kesalahan dari penulisan materi ini kami mohon kritikan dan saran dari
pihak pembaca agar bisa menjadi sebuah manfaat yang besar bagi kehidupan kita
dunia dan akhirat. Demikian dan terima kasih.
PENULIS
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
KATA PENGANTAR
………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI
…………………………………………………………………………………ii
BAB II PEMBAHASAN
POLA DAKWAH BERDASARKAN SASARAN
A.
DAKWAH
BIL AL-LISAN/AL-KALAM …………………………………………. 1
B.
DAKWAH
BIL AL-HAL …………………….……….……………………………. 2
C.
DAKWAHBIL
AL-KITABAH……………………….…………………………….. 3
BAB
III PENUTUP
KESIMPULAN
…………………………………………………………………………….. 5
DAFTAR
PUSTAKA ………………………………………………………………………. 6
BAB II. PEMBAHASAN
Pola Dakwah Berdasarkan Sasaran
I.
Pengertian Da’wah bi
al-Lisan/ Da’wah bi al-Kalam
Da’wah bi al-Lisan adalah da’wah yang menggunakan lisan. Kata “kallama”
dapat juga diartikan sebagai “haddatha” (berbicara kepada) dan “jawaba” (berbicara
dengan). Secara lebih komprehensif, da’wah bi al-kalam adalah dakwah
lisan yang bersifat linear atau monolog (haddatha), aktifitasnya lebih
dominan pada da’i, dan juga bersifat sirkular atau dialog (jawaba), yang
menuntut adanya kesetaraan antara da’I dan mad’u. Perpaduan sifat dasar inilah
yang sehrusnya mendasari aktivitas da’wah islam.
Da’wah bi al-Lisan merupakan pola dakwah yang mengandalkan kemampuan
menerjemahkan pesan-pesan Islam dalam
bentuk bahasa lisan (oral) dengan melibatkan kapasitas intelektual dan / atau
emosional. Aspek intelektul dimaksudkan sebagai kapasitas untuk merumuskan atau
memilih kata-kata yang tepat dan jelas sehingga terhindar munculnya gangguan
semantik ynag kerap kali tersaring dalam pesa-pesan yang menggunakan bahasa,
baik bahasa verbal maupun non verbal. Bahasa dalam proses komunikasi dakwah
merupakan salah satu faktor dan dominan. Kecendrungan menggunakan bahasa yang
tepat akan memudahkan tercapainya tujuan yang ditetapkan, karena bahasa
memiliki potensi mendudukkan persoalan yang dikehendai pada porsinya dan dapat
dipahami secara mudah.
Da’wah bi al-Lisan kurang tepat bila diasumsikan semata-mata bersifat
informatif, yang memberikan atau menyampaikan informasi tentang ajaran agama
islam atau sering disebut hanya sebagai ceramah agama, tetapi juda dakwah
dialogis yang memerlukan : “ feed back”, yang umumnya secara langsung
atau tidak langsung. Perkembangan pola dakwah bi al-Lisan didominasi oleh
lahirlah ilmu rethorika sebagai ilmu yang membahas seni bicara dengan
melibatkan berbagai komponen ilmu pengetahuan yang lain dengan tujuan
menyakinkan mad’u melalui pendekatan persuasif.
Retorika sebagai seni dalam dakwah bi al-Lisan tidak menafikan
factor-faktor rasional serta penataan atau sususan paket pembicaraan dengan
sistematis dan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh mad’u. Pembicaraan denganmenggunakan
gaya bahasa yang indah tanpa didukung oleh sistematika yang memadai akan
menyebabkan materi yang disajikan kurang memberikan dampak pada mad’u, karena
sifatnya yang tidak pernah tuntas atau berulang-ulang, Sebaliknya, bahasan yang
sistematis tetapi tidak disajikan dengan bahasayang mudah dipahami juga akan
menimbulkan kesulitan bagi mad’u untuk memahami pesan-pesan yang disampaikan.
II.
Da’wah bi al-Kitabah (Dakwah dengan Tulisan)
Pada abad ke-20 kini, terdapat pelbagai cara atau metodologi yang boleh
dipraktikkan oleh para pendakwah selain dari dakwah secara lisan dan hal. Ianya
bukanlah satu cara yang mudah akan tetapi perlu secara terus-menerus. Dakwah
bil Kitabah ( Penulisan ) amat bersesuaian dengan masyarakat kini yang
mempunyai pelbagai tabiat. Ada yang malu untuk bertanya, ada yang tidak sempat
atau terlalu sibuk dengan kerja dan sebagainya. Maka, dengan kaedah ini,
sedikit sebanyak akan membantu mereka bagai menambahkan lagi input di waktu
lapang mereka di samping pendakwah boleh menghuraikan secara terperinci
berkaitan dengan Islam.
Dakwah melalui tulisan dapat terus diingati.
Seperti contoh, karya ilmuan Buya Hamka yang telah menulis pelbagai
buku. Meskipun kini beliau telah tiada akan tetapi buku penulisannya masih
ramai orang membaca dan tulisannya seringkali dijadikan rujukan.
Terdapat dua cara utama yang boleh digunakan
oleh para pendakwah dalam bidang penulisan ini sesuai dengan situasi semasa. Di
antaranya melalui :
1. Pembukuan
dan Media Cetak
Kini terdapat ramai di kalangan ulama
yang membukukan penulisan mereka. Dengan cara ini, mereka akan menghuraikan
secara terperinci mengenai sesuatu perbahasan dengan mendalam. Bahkan penulisan
mereka juga turut dijadikan bahan rujukan oleh mahasiswa dan sebagainya di dalam
kertas kerja mereka. Terdapat pelbagai jenis media cetak pada masa kini. Samada
surat khabar, majalah, risalah, jurnal-jurnal dan sebagainya perlu
dipraktikkan. Melalui pelbagai cara ini, gerakan dakwah dapat tersebar luas
bukan hanya di dalam kumpulan masyarakat yang kecil malah di seantaro dunia.
2. Media Elektronik
Media elektronik yang sesuai dengan cara penulisan kini ialah dengan
melalui internet iaitu satu jaringan popular pada masa kini lebih-lebih lagi
pada golongan muda. Kadang-kala pengaruh internet memberi kesan yang hebat
kepada mereka, maka adalah menjadi salah satu alternatif yang baik jika para
pendakwah turut menggunakan cara ini. Bukan hanya penulisan di laman-laman web,
blog malah jaringan-jaringan sosial seperti Facebook, Friendster, Twitter dan
sebagainya turut memberi pengaruh yang besar pada masyarakat lebih-lebih lagi
untuk menarik perhatian remaja kini.
Selain daripada
itu, di antara ciri yang perlu ada dalam sesebuah penulisan untuk menerbitkan
karya-karya berbentuk dakwah Islamiyah mengikut sitausi semasa tetapi tidak
melampaui batas-batasnya. Antara cara atau kaedahnya adalah:
1. Penceritaan
Ternyata kini, gaya bentuk penulisan yang bercorak penceritaan semakin
diminati. Seperti contoh, karya Ustaz Hasrizal yang bertajuk “ Aku
Terima Nikahnya 1 dan 2 ” amat laris di pasaran. Ini menunjukkan
golongan kini terutamanya remaja serta belia pertengahan usia semakin
menggemari gaya penulisan dakwah yang berbentuk cerita santai. Di samping itu,
bentuk-bentuk penceritaan yang berunsurkan Islam seperti contoh di dalam karya Habibburahman
El Shirazy seperti Ayat-Ayat Cinta dan Ketika Cinta
Bertasbih 1 & 2 banyak menyentuh aspek kehidupan di dalam Islam
sehingga menjadi bualan masyarakat kini.
2. Bahasa
Untuk seseorang pendakwah mencapai tahap yang terbaik iaitu melangkaui
sehingga peringkat global, seseorang pendakwah itu perlu untuk berkemahiran
dalam pelbagai bahasa antaranya bahasa yang menjadi bahasa utama dunia iaitu
Bahasa Inggeris di samping penggunaan bahasa harian yang dapat difahami
masyarakat sekeliling. Hal ini perlu jika seseorang pendakwah ini benar-benar
mahu berjuang dan menakluki hati-hati betapa indahnya Islam kepada orang bukan
Islam. Dengan cara ini, mungkin ianya menjadi salah satu medium bagi orang
bukan Islam membuka minda mereka dan menerima Islam dengan hanya membaca
tulisan-tulisan ini sekaligus mereka ingin mengetahui dan mendekati Islam lagi.
III.
Da’wah bi al-hal ( Dakwah dengan perbuatan )
Da’wah bi
al-hal erat kaitannya dengan komunikasi yang bersifat persuasif, karna pada
dasarnya da’wah bi al-hal adalah pemanfaatan situasi dan kondisi masyarakat
sebagai kegiatan da’wah agar tumbuh loyalitas dan kepatuhannya terhadap ajaran
agama. Strategi da’wah bi al-hal cenderung diterapkan sebagai langkah merubah
keadaan masyrakat menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya.
Berbeda dengan
da’wah bi al-kalam dan bi al-rasm,yang berdemensi immaterial, da’wah bi al-hal
lebih menekankan kepada hal-hal yang bersifat praktis yang mampu merangsang
mad’u agar secara revolusioner melakukan perubahan sesuai yang di kehendaki
da’i.[1]
Termonologi
da’wah bi a-hal muncul pada dasa warsa 1980-an[2]
setelah sebelumnya sempat muncul pada symposium da’wah di Surabaya pada tanggal
23 Februari 1962. Para tokoh agama yang menghadiri symposium memberikan
rekomendasi menyangkut perluasan makna da’wah dari semata-mata “ajakan “
menjadi lebih kongkret dan bertanggung jawab. “ Qaulu-n wa ‘amalun ”. Inilah
yang menjadi cikal bakal lahirnya istilah da’wah bi al-hal.
Dakwah bi
al-hal mengandung konsekwensi mengenai perlunya pemahaman yang lebih baik
terhadap masyarakat sasaran da’wah. Realitas kehidupan masyarakat sasaran
da’wah dalam segenap demensi kehidupan merupakn sumber inspirasi aktifitas
da’wah bi al-hal. Sebagai era lahirnya istilah da’wah bi al-hal, bangkit
orgnisasi-organisasi islam yang mengembangkan kegiatannya dalam bidang
pendidikan da’wah, seperti munculnya kampus (universitas) sebagai pusat da’wah.
Semua fenomena ini muncul sebagai reaksi terhadap sosio-kultural masyarakat yang
di nilai terlalu naïf dalam menghadapi proses sekularisasi yang lahir akibat
proses industrilisasi.
Pola-pola
da’wah islam dengan berbagai pendekatan seperti yang di kemukakan di atas,
dapat di jadikan landasan pemikiran untuk mengembangkan interpretasi da’wah
islam yang mengacu pada kepentingan sosio-kultural umat manusia. Pengembangan
ma’na dakwah yang lebih bersifat aplikatif cenderung mengantarkan islam untuk
ikut berperan dan menentukan penafsiran dan arah kemajuan sains dan teknologi.
Aktualisasi islam dalam konteks ini menjadi sangat penting mengingat kemajuan
sains dan teknologi juga membawa dampak kurang menguntungkan terutama dalam
perbedaan presuposisi konsepsi tentang alam dan manusia.
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN
Da’wah bi al-Lisan adalah da’wah yang
menggunakan lisan.
, da’wah
bi al-kalam adalah dakwah lisan yang bersifat linear atau monolog (haddatha),
aktifitasnya lebih dominan pada da’i, dan juga bersifat sirkular atau dialog (jawaba),
yang menuntut adanya kesetaraan antara da’I dan mad’u.
Da’wah
bi al-Lisan merupakan pola
dakwah yang mengandalkan kemampuan menerjemahkan pesan-pesan Islam dalam bentuk bahasa lisan (oral) dengan
melibatkan kapasitas intelektual dan / atau emosional.
Da’wah
bi al-Kitabah (Dakwah dengan Tulisan)
Terdapat
dua cara utama yang boleh digunakan oleh para pendakwah dalam bidang penulisan
ini sesuai dengan situasi semasa. Di antaranya melalui :
1. Pembukuan
dan Media Cetak
2. Media Elektronik
Selain daripada
itu, di antara ciri yang perlu ada dalam sesebuah penulisan untuk menerbitkan
karya-karya berbentuk dakwah Islamiyah mengikut sitausi semasa tetapi tidak
melampaui batas-batasnya. Antara cara atau kaedahnya adalah:
1. Penceritaan
2. Bahasa
Da’wah
bi al-hal ( Dakwah dengan perbuatan )
da’wah
bi al-hal adalah pemanfaatan situasi dan kondisi masyarakat sebagai kegiatan
da’wah agar tumbuh loyalitas dan kepatuhannya terhadap ajaran agama
DAFTAR PUSTAKA
Drs.
Fatchur Rahman, Ilmu Dakwah, PT. Al-Ma’arif: Bandung, 1974, hal. 313.
Nuruddin ‘Itr. ‘Ulumul Dakwah. Alih
bahasa Mujiyo. Bandung: Remaja Rosdakarya. Cet. I. 2012
Sulaiman Pettalogi, M. Noor. Antologi Ilmu
Dakwah. Jakarta: Gaung Persada Press. Cet. II. 2009.
Rahman, Fatchur., Drs., Pola Dakwah, PT.
Al-Ma’arif: bandung, 1974.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar