Rabu, 10 Juni 2015

contoh skripsi

ABSTRAK


Skripsi ini berjudul “Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 6 Banda Aceh”. Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana tingkat prestasi belajar siswa, kendala yang dihadapi guru dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dan metode-metode yang ditempuh guru untuk meningkatkan prestasi belajar PAI siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat prestasi belajar, kendala yang dihadapi guru dalam meningkatkan prestasi belajar dan metode yang dilakukan guru dalam meningkatkan prestasi belajar PAI siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Library Research (penelitian perpustakaan) dan Field Research (penelitian lapangan) yang didukung dengan teknik pengumpulan data dengan cara observasi dan wawancara dengan kepala sekolah dan para guru. Di samping itu data juga dikumpulkan melalui penyebaran angket kepada 35 orang siswa SMP Negeri 6 Banda Aceh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode yang ditempuh oleh guru dalam meningkatkan prestasi  belajar PAI di SMP Negeri 6 Banda Aceh adalah dengan cara memanggil orang tua apabila prestasi siswa dalam belajar telah menurun. Metode lain yang ditempuh yaitu pemberian nasehat baik secara individu maupun kelompok bagi siswa yang prestasi belajarnya rendah, serta pemberian hukuman bagi siswa yang tidak menyelesaikan tugasnya dengan baik. Penyebab tidak meningkatnya prestasi belajar PAI siswa diakibatkan oleh penggunaan metode mengajar yang tidak sesuai dengan keinginan siswa. Siswa lebih menyukai metode tanya jawab, akan tetapi guru lebih menyukai metode ceramah. Kendala yang dihadapi guru adalah kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan anaknya, buku paket PAI di perpustakaan sekolah tidak mencukupi untuk seluruh siswa.

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan suatu bangsa. Maju mundurnya perkembangan suatu bangsa ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan di Negara itu. Salah satu usaha untuk memajukan pendidikan di suatu negara itu adalah dengan cara mendirikan dan mengembangkan berbagai macam tingkat dan jenis sekolah.
Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang bertujuan memberikan sejumlah pengetahuan dan bimbingan kepada siswa sesuai dengan tujuan pendidikan. Pendidikan itu dapat dilakukan dengan baik sebagaimana yang diharapkan jika ditunjang oleh berbagai faktor seperti guru, sarana dan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar terletak pada kegiatan guru dalam mendorong dan membimbing siswa dalam proses belajar kearah pencapaian tujuan pendidikan.
Siswa dalam proses belajar mengajar akan menghadapi berbagai macam persoalan baik yang datangnya dari individu itu sendiri maupun dari lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Persoalan yang dihadapi tersebut menjadi hambatan bagi siswa dalam meningkatkan hasil belajarnya bahkan siswa tidak dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
Berkaitan dengan hal yang di atas guru hendaknya memperhatikan semua masalah yang dihadapi siswa sehingga ia tidak mengalami hambatan dalam proses belajar. Kebanyakan masalah yang dihadapi siswa tidak begitu jelas sehingga para guru tidak mengetahui yang sebenarnya. Akibatnya prestasi yang dicapai tersebut menurun. Bahkan ada juga siswa yang mendapat prestasi rendah walaupun guru dan siswa itu sendiri telah berusaha dengan sebaik mungkin untuk mencapai prestasi tinggi. Semua itu dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar seseorang, misalnya minat, bakat, tingkat intelegensi dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, apa bila pada suatu sekolah terdapat siswa yang mengalami prestasi rendah, guru hendaknya mengadakan pendekatan atau pembinaan dan janganlah siswa tersebut dibiarkan begitu saja karena tugas seorang guru bukan hanya memberikan pengetahuan (mengajar) sebagaimana yang dikatakan oleh bukhori dalam terjemah karya Witherington bahwa: “Tugas utama guru bukanlah menerangkan hal-hal yang terdapat dalam buku-buku tetapi mendorong memberikan inspirasi, memberikan motiv-motiv dan membimbing murid-murid dalam usaha mencapai tujuan yang diinginkan”.[1]
Pendapat di atas dapat dipakai bahwa tugas seorang guru bukan hanya mengajar, akan tetapi guru harus berusaha mengatasi masalah-masalah yang dialami oleh para siswa, terutama bagi siswa yang berprestasi rendah. Pendekatan atau pembinaan yang dilakukan guru tidak hanya pada siswa saja, tetapi harus dilakukan juga terhadap orang lain serta badan-badan yang ada hubungannya dengan siswa yang mengalami pretasi rendah tersebut. Kenyataannya belum semua guru dapat melakukan pembinaan terhadap siswa-siswa yang mengalami prestasi rendah baik guru yang mengajar di sekolah-sekolah yang berada di perkotaan maupun sekolah-sekolah yang berada di pelosok-pelosok.
Pembinaan terhadap siswa berprestasi rendah harus dilakukan oleh setiap guru di sekolah. Penulis ingin mengetahui apakah pembinanan dan pendekatan tersebut telah benar-benar dilakukan dan usaha apa saja yang telah dilakukan serta kendala-kendala dalam pelaksanaannya. Namun, kepastian tersebut belum diketahui dengan jelas apabila tidak dilakukan suatu penelitian secara cermat. Kenyataan tersebut merupakan dorongan bagi penulis untuk mengadakan penelitian mengingat manfaatnya besar sekali terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Jadi dari fenomena di atas maka penulis sangat tertarik untuk mengkaji lebih mendalam tentang Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 6 Banda Aceh.

B.       Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang timbul dalam penelitian ini adalah:
1.      Metode apa saja yang digunakan oleh guru dalam pembinaan siswa yang berprestasi rendah  pada SMP Negeri 6 Banda Aceh.
2.      Apa saja penyebab tidak meningkatnya prestasi belajar siswa SMP Negeri 6 Banda Aceh terhadap PAI.
3.      Kendala apa saja yang dihadapi guru dalam melaksanakan Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada SMP Negeri 6 Banda Aceh.

C.       Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui metode apa saja yang digunakan oleh guru dalam pembinaan siswa yang berprestasi rendah pada SMP Negeri 6 Banda Aceh.
2.      Untuk mengetahui penyebab tidak meningkatnya prestasi siswa terhadap pembelajaran PAI di SMP Negeri 6 Banda Aceh.
3.      Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi guru dalam melaksanakan Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada SMP Negeri 6 Banda Aceh.

D.      Penjelasan Istilah

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam menafsirkan dalam menafsirkan judul skripsi ini, lebih dahulu penulis menjelaskan istilah yang terdapatdi dalamnya. Adapun istilah-istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut:
1.        Metode
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah,maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan.
2.        Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran “.(Oemar Hamalik,1995:57)
3.        Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan menjadikan ajaran- ajaran agama (Islam) sebagai fokus pembelajaran. Atau dengan ungkapan lain adalah sebagai sebuah upaya berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik dan mengarahkannya pada penghayatan dan pengamalan ajaran dan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari. Islam sebagai agama memiliki peranan penting dalam memberikan pedoman dan petunjuk bagaimana seharusnya menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara beradab. Dalam proses pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode, adalah hal yang sangat penting dan sangat menentukan. Sebab, proses pembelajaran tidak akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan, tanpa didukung oleh penggunaan metode yang baik. Metode yang baik, hemat penulis adalah metode yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi, sarana-prasarana, kurikulum, dan sebagainya. Metode pembelajaran merupakan alat pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan secara umum. Jadi, penggunaan metode yang tepat, sangat menentukan tercapai atau tidaknya tujuan mulia sebuah pendidikan. Metode pembelajaran PAI ini lebih kepada pembinaan siswa yang berprestasi rendah.
E.       Postulat dan Hipotesis

 “Postulat adalah perumusan teoritis yang dijadikan bagi suatu penelitian ilmiah yang tidak dapat diragukan lagi kebenarannya”.[2] Adapun postulat (anggapan dasar) penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
“Metode yang dilakukan oleh guru pendidikan agama Islam sangat berperan dalam meningkatkan prestasi siswa terhadap pembalajaran agama Islam”.
Adapun “Hipotesis adalah jawaban sementara terhadapa masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji secara empiris”.[3]
      Dalam hal ini hipotesis penulis adalah sebagai berikut:
1.      Metode yang dilakukan guru pendidikan agama Islam untuk meningkatkan prestasi pada siswa dalam pendidikan agama Islam belum maksimal.
2.      Penyebab tidak meningkatnya prestasi siswa di SMP Negeri 6 Banda Aceh disebabkan karena metode  yang dipergunakan oleh guru dalam pembelajaran PAI tidak sesuai dengan keinginan siswa.
3.      Guru pendidikan menghadapi banyak kendala dalam meningkatkan prestasi belajar PAI siswa di SMP Negeri 6 Banda Aceh.




[1] Witherington, H.C, Psikologi Pendidikan (Alih Bahasa Bukhori) (Jakarta: Aksara Baru, 1987), hal. 77.  
[2] Winarno Surachmat, Pengantar Penelitian Pendidikan (Bandung: Tarsito, 1990), hal. 38.
[3] Kounjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1997), hal. 113.

BAB II
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

A.      Pengertian Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Poerwadarminta menjelaskan bahwa “metode adalah cara, jalan, teknik”.[1] Berdasarkan pengartian tersebut dapat dikatakan bahwa metode adalah cara atau jalan yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam melakukan pembinaan terhadap siswa, seorang guru perlu memperhatikan metode atau cara yang tepat, agar yang diharapkan tercapai. Sementara ditanya apakah belajar itu, jawaban yang diterima tentu tidak sama dan bermacam-macam antra individu dengan individu lainnya, perbedaan jawaban itu disebabkan adanya sudut pandang yang berbeda. Usaha pemahaman mengenai makna belajar ini akan diawali dengan mengemukakan beberapa definisi tentang belajar. Belajara adalah “suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu proses tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan”.[2] Adapun belajar menurut Natawijaya yaitu :
“Belajar dalam arti luas adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk pengusaan dan penilaian terhadap sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang atau berbagai aspek kehidupan. Proses berarti terjadi interaksi antara individu dengan suatu sikap, nilai atau kebiasaan, pengetahuan dan keterampilan dalam hubungannya dengan dunianya sehingga ia berubah.[3]
                 Pendapat Natawijaya di atas dipertegas oleh Sardiman yaitu:
Belajar berarti usaha merubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut perubahan segala aspek organism yang tingkah laku pribadi seseorang.[4]
            Di samping definisi tersebut, ada beberapa pengertian lain yang cukup banyak, baik dilihat secara mikro maupun secara makro. Dalam pengertian makro, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju keperkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam arti mikro, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Winkel mengemukakan “ Belajar adalah suatu proses mental yang mengarah kepada penguasaan pengetahuan, kecakapan/skill, kebiasaan atau sikap yang semuanya diperoleh, disimpan dan dilaksanakan sehingga menimbulkan tingkah laku yang progresif dan adaptif ”.[5] Dengan demikian, pertumbuhan-pertumbuhan tingkah laku atau akibat pertumbuhan fisik atau kematangan, kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan adalah tidak termasuk sebagi belajar.
                 Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa belajar adalah mempelajari sesuatu yang belum diketahui untuk memperoleh kecakapan, baik sikap, ingatan, berfikir, keterampilan dan memiliki pengetahuan secara mendalam terhadap apa yang dipelajari, sehingga dapat membawa perubahan baru pada dirinya yang bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Sementara pendidikan agama Islam adalah “penetaan individu dan sosial yang dapat menyebabkan seseorang tunduk taat pada Islam dan menerapkannya secara sempurna di dalam kehidupan individu dan masyarakat”.[6]

B.       Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

                 Secara garis besar, ajaran Islam mengandung tiga ajaran pokok, yaitu aspek keyakinan, aspek ritual dan aspek prilaku. Aspek ajaran Islam yang berkaitan dengan keyakinan disebut akidah, aspek yang berkaitan dengan ritual atau hukum disebut syari’ah dan aspek yang berkaitan dengan prilaku disebut akhlak.[7] Kerangka dasar ajaran Islam tersebut merupakan rangkaian yang tidak bisa dipisahkan antara satu aspek yang lain. Ketiganya saling berhubungan dalam membimbing manusia ke jalan yang benar sesuai dengan tujuan agama islam.
                 Untuk mempelajari ketiga aspek dasar tersebut, maka selayaknya ketiga hal tersebut di atas diajarkan dalam bentuk materi:
1.      Akidah
          Akidah menurut arti bahasa berarti ikatan, atau suatu yang mengikat. Seseorang diikat oleh sesuatu yang paling mendasar darinya yang memberikan dampak kepada seluruh aspek kehidupannya. Sesuatu yang mengikat secara mendasar itu berupa keyakinan. Bagian yang paling mendasar dalam agama adalah keimanan.[8]
Akidah merupakan bagian mendasar dari ajaran agama, ia menjadi fondamen dari seluruh ajaran agama yang berada di atasnya. Akidah Islam adalah tauhid, yakni mengesakan Allah Swt yang diungkapkan dalam syahadat pertama, dengan lafaznya:                                          (tiada Tuhan selain Allah). “sebagai fondamen, tauhid memiliki implikasi terhadap seluruh aspek kehidupan keagamaan seseorang Muslim, baik idiologi, politik, sosial, budaya, pendidikan dan sebagainya”.[9]
Syahadat adalah keyakinan dan persaksian akan keesaan Allah. Kalimat               dalam syahadat berarti Tuhan, yaitu sesuatu yang mendominasi diri sehingga seseorang bisa berbentuk apa saja, baik orang maupun barang, jika memiliki sifat dominan dan menjadikan orang tergantung kepadanya, maka ia berubah menjadi    atau Tuhan. Dalam syahadat, seorang Muslim hanya bertuhankan Allah; tidak ada dominan yang lain selain Allah.
Lawan dari tauhid adalah syirik, yaitu mentuhankan yang lain selain Allah atau mengakui tuhan yang lain di samping mentuhankan Allah, sedangkan orang yang bertuhankan selain Allah itu disebut musyrik.
Implikasi dari syahadat bagi seorang Muslim adalah taat dan tunduk hanya kepada Allah, tidak kepada selain-Nya. Ini berarti seorang Muslim tidak taat dan tunduk kepada selain Allah atau aturan-aturan yang bertentangan dengan hukum Allah. Sesungguhnya ia harus tunduk dan taat kepada Allah dan kepada aturan-aturan yang tidak bertentangan dengan aturan-aturan Allah.
Ilmu yang mempelajari tentang aqidah disebut ilmu kalam dan ruang lingkup pembahasan ilmu ini adalah:
a.    Hal-hal yang berkaitan dengan Allah Swt, di antaranya masalah takdir.
b.    Hal-hal yang berkaitan dengan utusan Allah sebagai penghubung antara manusia dengan Allah, ialah malaikat, Rasul dan kitab-kitab suci.
c.    Hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan yang akan datang termasuk masalah surga dan neraka.[10]

Ilmu tauhid berkaitan dengan kehidupan yang akan datang. Pembahasan yang ditonjolkan di antaranya adalah sebagai berikut:
a.    Dinamakan ilmu tauhid oleh karena pokok bahasannya dititikberatkan pada keesaan Allah Swt.
b.    Dinamakan ilmu ushuluddin karena pokok bahasan utamanya dasar-dasar agama yang merupakan masalah esensi dalam Islam.
c.     Dinamakan ilmu kalam karena bahasan utamanya tentang keberadaan Tuhan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya dengan menggunakan argumentasi filofosif dan logika.[11]

Sebagai suatu ilmu, tahuhid dibagi menjadi:
a.    Tauhid rububiyah, yaitu kepercayaan orang-orang Muslim bahwa alam semesta dan seisinya ini diciptakan oleh Allah Swt serta senantiasa diawasi dan dipelihara oleh-Nya.
b.    Tauhid uluhiyah atau ubudiyah yaitu tekad orang-orang Muslim dalam meniatkan ibadah, pujian dan amal perbuatannya semata-mata guna mengabdi kepada Allah Swt, sebagaimana terucap dalam doa iftitah ketika shalat sedang dikerjakan Yaitu sesungguhnya shalatku. ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah pemelihara semesta alam”.
c.    Tauhid sifat, yaitu pemahaman penghayatan orang-orang Muslim terhadap sifat-sifat Allah.
d.   Tauhid qauli dan amali, yaitu tidak hanya diyakini dalam hati, melainkan juga harus diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan.[12]
2.   Syariah
Syariah adalah aturan atau hukum yang mengatur hubungan manusia denganAllah Swt, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam. Syari'at Islam adalah hukum-hukum Allah yang tersirat dan tersurat dalam al-Qur'an dan sunnah.[13] Syariat Islam yang sudah dikodifikasi secara sistematik dan mudali dipahami disebut fiqh. Syariat Islam bersifat global dan berlaku universal, sedangkan fiqih bersifat khusus dan temporal, karena itu syariat Islam secara umum akan tetap abadi. sedangkan fiqh yang sifatnya khusus dapat berubah dari masa ke masa berdasarkan kebutuhan umat Islam terhadap detil-detil aturan syariat Islam, sesuai dengan lingkungan sosial dan budaya manusia itu sendiri.
 3.   Akhlak
Menurut bahasa akhlak berasal dari kata khalaqa perangai, tabiat, perbuatan atau ciptaan.[14] Akhlak merupakan tabiat dari seseorang yang dapat mempengaruhi segenap perkataan dan perbuatannya dalam menjalani kehidupan. Jika akhlak baik, maka baik gerak-geriknya, begitu juga sebaliknya. Sejalan dengan itu, pentingnya penyampaian materi akhlak ini, Rasulullah Saw juga diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Hal tersebut sebagaimana diterangkan hadis nabi sebagai berikut:

Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Bersabda Rasulullah Saw: "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." (H.R. Al-Baihaqi).[15]
Berdasarkan hadis ini, guru agama memberikan pedoman cara-cara bergaul yang baik terhadap anak didik, yang sesuai menurut ajaran Islam. Pada dasarnya materi akhlak ini merupakan materi yang sangat penting dalam pembinaan moral siswa. Dengan demikian, ajaran Islam menganjurkan umatnya agar berperilaku baik sesuai dengan etika pergaulan dan sopan santun.
Akhlak dapat dididikkan atau diteruskan melalui sekurang-kurangnya dua pendekatan, yaitu:
a.    Rangsangan-jawaban (stimulus-respon) atau yang disebut proses mengkondisikan sesuatu sehingga terjadi automatisasi dan dapat dilakukan dengan cara: 1) Melalui latihan, 2) Melalui tanya jawab, 3) Melalui mencontoh.
b.    Kognitif yaitu penyampaian informasi secara teoritis dilakukan dengan cara: 1) Melalui dakwah, 2) Melalui ceramah, 3) Melalui diskusi.[16]

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan stimulus respon dan pendekatan kognitif merupakan sebagian dari banyaknya metode yang dapat dilakukan agar pendidikan akhlak dapat diserap oleh siswa dan kelak dapat menjadi generasi penerus yang kuat baik dalam melakukan tugas keduniawian dan tugas akhiratnya.






C.    Prinsip-prinsip Belajar

            Seseorang dalam mengajarkan dan melakukan sesuatu pekerjaan harus mempunyai prinsip-prinsip tertentu guna memiliki pedoman yang lebih baik dalam pencapaian tujuan. Demikian juga halnya dengan belajar, pada siswa perlu mengetahui prinsip-prinsip belajar dengan tujuan memiliki pedoman belajar yang lebih efektif dan efesien. Hamalik telah merumuskan beberapa prinsip belajar sebagai berikut:
1.      Belajar adalah suatu proses aktif dimana terjadi hubungan saling mempengaruhi secara dinamis antara siswa dan lingkungan.
2.      Belajar senantiasa harus bertujuan, terarah dan jelas bagi siswa. Tujuan akan menuntutnya dalam belajar untuk mencapai harapan-harapannya.
3.      Belajar yang paling efektif apabila didasari oleh dorongan motivasi yang murni dan bersumber dari dalam dirinya sendiri.
4.      Senantiasa ada rintangan dan hambatan dalam belajar; karena itu siswa harus sanggup mengatasinya secara tepat.
5.      Belajar memerlukan bimbingan. Bimbingan itu baik dari guru/ dosen atau tuntutan dari buku pelajaran itu sendiri.
6.      Jenis belajar yang paling utama adalah belajar untuk berfikir kritis, lebih baik dari apa pembentukan kebiasaan-kebiasaan mekanis.
7.      Cara belajar yang paling efektif adalah dalam bentuk pemecahan masalah melalui kerja kelompok asalkan masalah-masalah tersebut telahg disadari bersama.
8.      Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari sehingga diperoleh pengertian-pengertian.
9.      Belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa-apa yang telah dipelajari dapat dikuasai.
10.  Belajar harus disertai keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan/ hasil.
11.  Belajar dinggap berhasil apabila si pelajar telah sanggup mentransferkan atau menerapkannya ke dalam bidang praktek sehari-hari.[17]
Berdasarkan kutipan di atas, belajar merupakan suatu proses yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Dalam mencapai tujuan-tujuan ini harus didasari dorongan-dorongan serta keinginan atau kemauan yang kuat. Selanjutnya Soejanto mengemukakan prinsip-prinsip belajar sebagai berikut:
1.      Belajar harus dengan rencana yang teratur
2.      Belajar harus disiplin diri
3.      Belajar harus dengan minat
4.      Belajr harus dengan pengertian
5.      Beljar harus diselingi dengan rekreasi sederhana yang bermanfaat
6.      Belajar harus dengan tujuan yang jelas.[18]
Kutipan di atas menunjukkan bahwa proses belajar harus dimulai dengan rencana yang teratur, dalam pelaksanaannya harus disiplin dan diselingi dengan rekreasi yang bermanfaaat. Di samping itu belajar juga harus mempunyai tujuan yang jelas. Agar dapat memperoleh hasil belajar yang memuaskan, harus dimulai dengan rencana yang baik dan teratur, baik perhitungan yang menyangkut dengan pembagian waktu, tenaga maupun bahan yang dipelajari, semuanya perlu diperhitungkan guna mendapatkan efesiensi dalam belajar.
Belajar seseorang juga akan berhasil apa bila dilaksanakan dengan disiplin. Di sini letak kenci kesuksesan sebab dengan disiplin para siswa akan berkemauan untuk belajar secara teratur dan para siswa akan memiliki kecakapan mengenai belajar yang baik dalam pembentukan watak yang matang.
Siswa dalam proses belajar akan terombang-ambing apabila tidak mengetahui tujuannya terlebih dahulu. Dengan mengetahui tujuannya siswa akan terangsang dan lebih yakin dalam mempelajari materi pelajaran.

D.      Faktor-faktor yang Mendorong Prestasi Belajar Siswa

Tidak semua siswa dalam proses belajar mengajar akan memperoleh prestasi yang baik sebagaimana yang diharapkan sebelumnya, walaupun kegiatan belajar yang dilakukan pada waktu yang seragam dan bersamaan. Banyak siswa yang mampu memperoleh prestasi yang gemilang dan banyak juga siswa yang masih mempunyai prestasi yang kurang menguntungkan. Hal tersebut disebabkan banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar mengajar seseorang. Dalam hal itu ada dua faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa sebagaimana yang dikatakan Slameto bahwa:
“Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yyang sedang belajar, sedangkan  faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu”.[19]

Faktor intern dan faktor ekstern, keduanya saling mempengaruhi dan sama-sama memberi pengaruh terhadap kegiatan belajar seseorang. Oleh karena itu, seseorang yang ingin belajar agar dapat mencapai hasil dengan baik, kedua faktor tersebur perlu dijaga, diatur dan dipelihara dengan baik agar benar-benar memberi pengaruh positif bagi keberhasilan belajar siswa.
Untuk lebih jelas diuraikan secara terperinci kedua faktor tersebut.


1.        Faktor Intern
Yang dimaksud dengan faktor intern adalah semua faktor yang berasal atau bersumber dari diri siswa yang sedang belajar. Menurut Slameto bahwa “faktor intern dibagi tiga faktor yaitu, faktor jasmani, faktor psikologi dan faktor kelelahan”.[20]
a.         Faktor jasmani
Seorang siswa untuk dapat belajar dengan baik harus memiliki jasmani yang sehat. Tanpa jasmani yang sehat, betapapun cerdas dan rajinnya seseorang siswa pasti mendapat hambatan dan kesukaran-kesukaran dalam belajarnya. Keadaan fisik yang lemah merupakan pengahalang yang sangat besar untuk dapat memperoleh prestasi tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hamalik bahwa:
“Badan yang sering sakit-sakitan, kurang tenaga, kurang vitamin, merupakan faktor yang bisa menghambat kemajuan studi seseorang. Adanya gangguan emosional, rasa tak senang, khawatir, mudah tersinggung, sikap agresif, gangguan-gangguan dalam proses berfikir, semuanya menjadikan kegiatan belajar terganggu. Faktor kesehatan jasmani dan rohani turut menentukan apakah studi kita akan lancar atau tidak. Hendaknya diusahakan agar kesehatan ini terus diperhatikan”.[21]

  Berdasarkan kutipan tersebut faktor jasmani dan rohani sangat berpengaruh terhadap tingginya prestasi belajar yang diperoleh siswa. Untuk itu faktor ini harus diperhatikan dan perlu dijaga guna memperlancar proses belajar-mengajar dan selalu mendapat prestasi yang tinggi.




b.        Faktor Psikologi
Yang termasuk dalam faktor psikologi antara lain; bakat, minat, motivasi, intelegensi dan kemampuan dasar. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi prestasi belajar yang ingin dicapai oleh para siswa.
1)        Bakat
Bakat adalah salah satu aspek potensi yang ada pada diri seseorang yang merupakan suatu keadaan atau ciri-ciri khas yang dapat mempengaruhi seseorang siswa dalam kemampuannya bila dibandingakan dengan siswa yang lain.
Bakat dapat mempengaruhi proses belajar seseorang. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, hasil belajarnya akan lebih baik karena ia akan senang dan terangsang untuk mempelajarinya. Jadi, dalam upaya membangkitkan prestasi belajar siswa, seorang guru harus mengetahui bakat seorang siswa, seorang guru harus mengetahui bakat para siswa dan dapat menempatkan siswa tersebut dalam belajar di sekolah sesuai dengan bakatnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto bahwa “jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajar itu”.[22]
2)        Minat
Faktor minat harus selalu diperhatikan agar tercapai keberhasilan dalam proses belajar. Minat seseorang siswa terhadap apa yang dipelajari merupakan salah satu faktor yang memungkinkan siswa tersebut untuk lebih berkosentrasi dalam belajarnya. Soejanto mengatakan bahwa; “belajar, akan lebih berhasil, bila bahan yang dipelajari menarik perhatian anak. Oleh karena itu bahan harus dipilih  sesuai dengan minat anak”.[23] Dengan demikian minat merupakan faktor yang sangat menentukan sukses tidaknya siswa dalam belajar.
Setiap siswa hendaknya mempunyai minat terhadap pelajaran yang sedang dipelajarinya. Kurangnya minat dapat menyebabkan prestasi yang diperolahnya menurun. Jadi dengan demikian dapat dikatakan bahwa minat sangat terpengaruh bagi seseorang siswa dalam meningkatkan prestasi belajarnya.
3)        Intelegensi
Intelegensi merupakan salah satu istilah yang sering ditemui dalam kegiatan pendidikan. Adapun yang dimaksud dengan intelegensi adalah “kesanggupan jiwa untuk menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat dalam suatu situasi yang baru”.[24]
Berdasarkan kutipan di atas, maka dapat dikatakan intelgensi adalah suatu kekuatan yang ada dalam jiwa seseorang yang dapat bergerak serta menyesuaikan diri dengan keadaan yang sedang berlangsung.
Intelegensi memegang peranan penting bagi kehidupan seseorang siswa, terutama terhadap para siswa yang sedang belajar di sekolah. Siswa yang memiliki intelegensi tinggi kemungkinan akan berkembang besar sekali, sebab siswa itu sendiri mempunyai kesanggupan untuk berkreasi dalam kehidupan belajarnya. Dengan demikian setiap persoalan yang dihadapinya dalam proses belajar-mengajar maupun di luar proses belajarnya dapat diselesaikannya dengan cepat dan tepat tanpa bantuan orang lain.
Intelegensi yang baik dapat juga mendorong siswa untuk lebih giat dan berperan dalam belajar sampai mencapai titik keberhasilan yang menjadi tujuan setiap siswa. Namun, tidak berarti bahwa siswa yang mempunyai tingkat intelegensi tinggi akan lebih berhasil dari pada siswa yang mempunyai intelegensi rendah. Hal ini disebabkan banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa itu sendiri.
Perlu diingat bahwa intelegensi siswa berlainan kadarnya, ada yang tinggi, ada yang sedang dan ada pula yang rendah. Dengan adanya perbadaan inilah tingkat kemampuan dalam belajar berbeda pula.
4)        Kemampuan Dasar
Pengetahuan dasar merupakan pengetahuan yang telah diperolah siswa pada sekolah lain sebelumnya. Seseorang siswa yang melanjutkan studi ke sekolah menengah, setidak-tidaknya telah memiliki pengetahuan dasar yang telah dimilikinya itu akan menentukan keberhasilannya di sekolah selanjutnya. Kemampuan dasar yang tinggi kemungkinan para siswa akan lebih tinggi prestasinya dan sebaliknya apabila kemampuan dasar rendah kemungkinan prestai yang dicapainya rendah pula. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Surya bahwa:  “kemampuan dasar merupakan wadah bagi kemungkinan tercapai hasil belajar. Jika kemampuan itu rendah, maka hasil yang dicapainya rendah pula”.[25]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemampuan dasar yang dimiliki oleh para siswa juga sangat berpengaruh terhadap prestasi yang dicapainya.
5)        Motivasi
Motivasi merupakan suatu dorongan yang menyebabkan seseorang siswa melakukan kegiatan belajarnya. Menurut Sardiman bahwa:
“Motivasi dibagi dua macam yaitu motivasi interinsik dan motivasi eksterinsik. Motivasi interinsik adalah motiv-motiv yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirancang dari luar, karena dalam diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seseorang yang senang membaca, tidak usah ada yang menyuruh, ia akan rajin mencari buku-buku untuk dibaca. Sedangkan motivasi eksterinsik adalah motiv-motiv yang aktif dan fungsinya ada perangsang dari luar. Sebagai contoh seseorang itu belajar, karena esok pagi ada ujian dengan harapan mendapat nilai baik, sehingga akan mendapatkan pujian dari teman”.[26]

Berdasarkan pernyataan di atas, dapat di simpulkan bahwa motivasi adalah faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam belajar. Dengan adanya dorongan seseorang akan lebih giat dalam melaksanakan segala aktivitasnya terutama dalam belajar. Tanpa adanya dorongan dengan sendirinya semangat untuk belajar akan berkurang dan memperoleh hasil yang kurang  memuaskan. Jadi, motivasi merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi belajar yang diperoleh seseorang siswa dalam belajar.
6)        Faktor kelelahan
Kelelahan dapat dibagi kepada dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan jasmani dapat terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk beristirahat, sedangkan kelelahan rohani dapat ditandai dengan adanya kelesuan dan kebosanan terhadap sesuatu kegiatan. Kelelahan ini sangat terasa pada bagian kepala karena pusing sehingga para siswa sulit berkonsentrasi dengan baik. Slameto mengatakan bahwa :
“Kelelahan baik secara jasmani maupun rohani dapat dihilangkan dengan cara sebagai berikut; tidur, istirahat, menggunakan variasi dalam belajar, menggunakan obat-obat yang bersifat melancarkan peredaran darah, misalnya obat gosok, rekreasi yang teratur, olah raga secara teratur, dan mengimbangi makanan dengan makanan yang memenuhi empat sehat lima sempurna. Jika kelelahan sangat serius cepat-cepat menghubungi dokter, psikiater, konselor dan lain-lain”.[27]

Berpedoman kepada pendapat diatas, dapatlah disimpulkan bahwa kelelahan dapat menghambat seseorang siswa dalam belajar, bahkan kelelahan serius memungkinkan para siswa tidak dapat mengkonsentrasikan pikirannya untuk belajar sehingga prestasi belajar yang dicapainya akan turun.
2.        Faktor Ekstern
Menurut Slameto “faktor ekstern yang mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain; faktor keluarga, faktor sekolah dan masyarakat”.[28]
a.    Faktor keluarga
Lingkungan keluarga merupakan tempat yang pertama sekali dijumpai anak ketika ia lahir. Disinilah anak belajar segala sesuatu yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangannya. Keluarga merupakan dasar yang menentukan bagi pembentukan mental si anak. Kebiasaan-kebiasaan yang didapatinya didalam keluarga mempunyai pengaruh bagi kemajuan belajarnya kelak.
Adapun faktor-faktor turut mempengaruhi prestasi siswa yang dibicarakan di dalam lingkungan keluarga antara lain:
1)        Suasana keluarga
Suasana keluarga dapat memberi kesan bagi proses belajar siswa di sekolah, apabila suasana keluarga kacau atau sering ribut-ribut akan memberi kesan yang tidak menguntungkan bagi proses belajar siswa. Suasana yang demikian akan menjadi penghambat para siswa dalam kegiatan belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Soejanto, bahwa: “keadaan keluarga yang pecah akan menjadi penghambat dalam belajar”.[29]
Berdasarkan kutipan di atas, dapat dikatakan bahwa keharmonisan dalam keluarga sangat diperlukan demi keberhasilan siswa. Sebab apabila keluarga selalu kacau dapat menjadi gangguan mental bagi siswa, mengakibatkan dia akan malas belajar dan akhirnya prestasi akan menurun.  
2)        Keadaan ekonomi keluarga
Pengaruh keuangan bagi proses belajar siswa penting pula artinya. Hal ini berpengaruh kepada perasaan, waktu yang sering terganggu dan perlengkapan pelajaran yang dibutuhkan.
Siswa dalam keluarga miskin sering membantu orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Sepulangnya siswa dari sekolah bahkan sampai jauh malam siswa harus melaksanakan tugas-tugas yang sebenarnya tanggung jawab orang tua. Hal ini menyebabkan siswa kurang mempunyai waktu untuk mempelajari kembali pelajarannya yang telah diberikan guru di sekolah. Keadaan yang demikian, selain menyebabkan rendahnya prestasi yang dicapai dalam proses belajarnya dapat pula mempengaruhi perasaan siswa. Siswa senantiasa membandingkan dengan keadaan teman-temannya yang lain. Akhirnya timbullah bermacam perasaan yang dapat menghambat kemajuan belajarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Soejanto, bahwa “...kemungkinan atau karena terlalu besarnya jumlah keluarga sering pula menyebabkan kita sulir untuk mendapatkan kesempatan belajar dengan baik. Mungkin karena faktor waktu, waktor tempat maupun faktor penerangan”.[30]
Berdasar kutipan di atas, faktor keadaan ekonomi keluarga berpengaruh terhadap kemajuan belajar siswa. Karena dengan kemiskinan, kebutuhan-kebutuhan atau fasilitas-fasilitas belajar yang dibutuhkan siswa kurang terpenuhi, misalnya tidak mempunyai biaya untuk membeli buku-buku, alat-alat tulis yang lengkap, biaya-biaya untuk mengikuti les atau kursus tambahan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Keadaan semacam ini dapat menghambat siswa untuk memperoleh prestasi yang tinggi.
b.    Faktor sekolah
 Termasuk kedalam faktor sekolah bermacam-macam masalah yang tidak menguntungkan atau yang dapat menghambat prestasi yang akan dicapai siswa. Adapun faktor-faktor yang termasuk kedalam lingkungan sekolah yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam belajar antar lain:
1)        Guru
Berhubungan dengan prestasi rendah yang dialami siswa kemungkinan sekali guru melakukan kesalahan-kesalahan, baik disadari maupun yang tidak disadari. Kesalahan tersebut meliputi masalah penggunaan metode mengajar yang kurang tepat, kurang mengusai bahan atau materi yang akan diajarkan, tidak menyiapkan persiapan mengajar, menggunakan suara terlalu keras, sering membentak-bentak siswa dan lain-lain sebagainya.
Kelemahan-kelemahan yang terdapat pada guru seperti tersebut di atas sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam belajar. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukan oleh  Djumhur, dkk. sebagai berikut:
“Guru merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi berhasil tidaknya prsoses belajar. Oleh karena itu guru harus menguasai prinsip-prinsip belajar, di samping menguasai  materi yang akan diajarkan. Atau dengan kata lain; guru harus mampu menciptakan suatu situasi dan kondisi belajar yang sebaik-baiknya”.[31]

Berkenaan dengan uraian di atas, guru merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam belajar karena dengan adanya guru yang baik kemungkinan siswa dapat memperoleh prestasi yang lebih tinggi sebagaiman yang diharapkan.
2)        Gedung Sekolah
Adapun yang dimaksud dengan gedung sekolah terutama mengenai letak gedung sekolah tersebut yang tidak sesuai dengan persyaratan. Sekolah yang terletak di sekitar tempat yang ramai dapat menganggu perhatian siswa sewaktu belajar. Perhatiannya akan beralih kepada hal-hal yang berada di luar sekolah. Demikian pula kebersihan dan keindahan sekolah, halaman dan ruang kelas kadang-kadang tidak merangsang siswa untuk belajar. Selain itu, kesegaran siswa untuk belajar tidak ada, apalagi ruang kelas terlalu sempit dan sinar kurang cukup masuk kedalam ruangan belajar tersebut.
Ruang belajar terlalu sempit dengan jumlah siswa  yang terlalu banyak juga menjadi hambatan bagi para siswa dalam belajar. Rohani, dkk. mengatakan bahwa “ruang kelas yang kecil dibandingkan dengan jumlah peserta didik dan kebutuhan peserta didik untuk bergerak dalam kelas merupakan hanbatan lain bagi pengelolaan”.[32]
Keadaan-keadaan seperti tersebut di atas, perlu diperhatikan oleh pimpinan sekolah dan dewan guru untuk menghindari prestasi belajar siswa yang rendah.
3)        Disiplin sekolah
Disiplin sekolah perlu dilaksanakan dan dijalan dengan baik karena mungkin telah terbiasa dengan keadaan-keadaan yang tidak berdisiplin diluar sekolah, terutama dengan teman-temannya. Kebiasaan-kebiasaan ini akan terbawa ke lingkungan sekolah.
Apabila pelaksanaan disiplin sekolah  kurang baik, siswa-siswi senantiasa melakukan tindakan-tindakan melanggar disiplin sekolah yang dapat mengahmbat kemajuanan belajarnya. Misalnya; para siswa sering terlambat ke sekolah, sering tidak membawa alat pelajarannya, tugas yang diberikan disekolah sering tidak dikerjakan, dan sering mengganggu ketertiban sekolah. Dengan tindakan-tindakan yang demikian kemungkinan para siswa akan kurang sukses dalam belajar. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Soejanto bahwa “disiplin adalah kunci sukses. Sebab dengan disiplin, orang akan berkeyakinan bahwa disiplin akan membawa manfaat yang dibuktikan dengan tindakan disiplinnya sendiri”.[33]
Berdasarkan uraian di atas, disiplin sekolah dapat mempengaruhi seseorang siswa yang sedang belajar. Karena itu setiap sekolah mempunyai disiplin atau tata tertib tertentu harus dipatuhi para siswa.
c.    Faktor masyarakat
Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat juga bertanggung jawab terhadap pendidikan. Dalam hal ini dimaksudkan agar masyarakat sekurang-kurangnya dapat memperkenalkan atau memberi contoh teladan yang baik bagi para siswa. Akan tetapi apakah tanggung jawab ini dapat terpenuhi atau tidak? Hal ini tidak dapat dipastikan, sebab sangat banyak pengaruh-pengaruh yang tidak baik yang timbul dari kalangan masyarakat itu sendiri. Adapun pengaruh-pengaruh yang tidak baik tersebut dapat timbul dari hal-hal antara lain:
1)        Media massa
Termasuk dalam hal ini bioskop, radio, televisi, surat kabar, majalah-majalah, buku-buku porno, buku komik, dan semacamnya yang banyak sekali terdapat disekeliling siswa. Isi dari hal-hal tersebut di atas apabila kurang baik sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan studi siswa.
Siswa mulai malas belajar, sukar dibimbing, dan prestasi belajarnya mulai dari menurun. Dalam hal ini sangat dibutuhkan pengawasan yang ketat dan bijaksana dari para pendidik dan orang tua serta masyarakat.
2)        Teman-teman bergaul
Teman-teman bergaul yang tidak dapat dikontrol, dapat berpengaruh tidak baik terhadap siswa. Pengaruh-pengaruh tersebut lebih cepat meresap dalam jiwa siswa. Kadang-kadang orang tua secara tiba-tiba dikejutkan oleh tingkah anaknya yang diluar dugaan, misalnya; anak-anak sudah mulai membaca buku-buku porno, menyimpan gambar-gambar bintang film yang seksi, merokok, atau anak gadisnya sudah mulai berdandan berlebih-lebihan, meniru gaya bintang film. Mereka mulai sibuk dengan kegiatan-kegiatan seperti yang  tersebut di atas, lalai terhadap tugasnya di sekolah.
3)        Kegiatan-kegiatan dalam masyarakat
Kegitan-kegiatan dalam masyarakat seperti tugas-tugas dalam organisai/ usaha-usaha sosial memberi pengalam yang bermanfaat bagi para siswa sebagai persiapan kehidupan kelak didalam masyarakat. Kegiatan-kegiatan semacam ini kalau berlebih-lebihan akan mengganggu tugas-tugas yang diberikan guru di sekolah dan akan menghambat kemajuan belajar dan akhirnya prestasi yang dicapai menjadi rendah. Kegiatan-kegiatan lain seperti olah raga (renang, badminton, tenis dan sebagainya), belajar mancari, kursus-kursus kecantikan, akan mengganggu kegiatan belajar siswa jika waktunya tidak diatur secara tepat. Tugas orang tua dan masyarakat dalam hal ini sangat dibutuhkan agar para siswa dapat membagi waktu untuk kegiatan-kegiatan yang diluar kepentingan sekolah. Yang paling penting dijaga adalah kegiatan-kegiatan yang dikerjakan siswa tidak menyimpang dari norma-norma yang berlaku serta yang tidak membawa ke hal-hal yang bersifat negatif. Oleh karena itu, faktor keluarga, pendidikan di sekolah, dan masyarakat harus saling berhubungan dalam mengontrol siswa. Surachman mengatakan bahwa:
“Keluarga saja tanpa memperhitungkan masyarakat dan sekolah atau hanya keluarga dan sekolah saja tanpa memperhitungkan masyarakat adalah tidak mungkin. Keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan pusat pendidikan. Apa yang diterima anak dalam keluarga dan sekolah dicobakan anak dalam masyarakat”.[34]

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan pedidikan yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan anak di sekolah. Namun, peran siswa yang menyangkut kesiapan belajar juga sangat menentukan keberhasilan pendidikan, sebab bagaimanapun lengkapnya fasilitas belajar, jika tidak didukung oleh persiapan-persiapan belajar, mustahil memperoleh hasil sebagaimana yang diharapkan. Lebih tegas dapat dikatakan bahwa peranan siswa tidak terlepas dari usaha meningkatkan mutu pendidikan.
Demikianlah beberpa faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa di sekolah, dan faktor tersebut saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu, perlu dijaga agar faktor-faktor tersebut dapat membawa dampak positif bagi kepentingan prestasi belajar anak sehingga mutu pendidikan dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan.

E.       Metode Pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam)

Dalam seluruh kegiatan mengajar, metode memegang peranan penting. Tanpa metode mengajar yang tepat, seluruh hasil dan proses belajar mengajar akan sia-sia belaka. Oleh karena itu guru berkewajiban untuk memilih dan mempergunakan metode mengajar yang tepat. Metode merupakan jalan yang harus dilalui dalam melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan. Metode mengajar itu terutama menyangkut cara-cara penyajian suatu bahan pelajaran pada suatu situasi tertentu. Dalam hal ini Jusuf Djajadisistra mengatakan: Mengajarkan suatu bahan pelajaran dengan baik meminta dari guru suatu usaha yang memerlukan pengorganisasian yang matang dari semua komponen dalam situasi mengajar, komponen-komponen itu antara lain tujuan, materi, metode, perlengkapan pelajaran dan evaluasi”.[35]
Uraian di atas menjelaskan bahwa metode merupakan salah satu komponen dari pengajaran yang tidak dapat diabaikan. Baik buruknya hasil pelajaran yang diperoleh siswa setelah terjadi proses belajar-mengajar, sangat tergantung pada metode yang digunakan dalam pengajaran tersebut. Oleh karena itu setiap guru yang akan melaksanakan proses belajar mengajar, terlebih dahulu menerapkan metode apa yang sesuai dengan suatu pokok bahasan tertentu. Setelah menerapkan pokok bahasan yang disajikan, barulah dapat diketahui metode yang sesuai dengan bahan yang disajikan.
Landasan yang dipakai dalam menerapkan metode pembelajaran PAI adalah ayat al-Qur'an yang terdapat dalam surat an-Nahlu ayat 125 sebagai berikut:
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S. An-Nahlu: 125).
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa dalam menyampaikan pembelajaran pendidikan agama Islam, maka guru harus menggunakan cara-cara yang baik. Hal ini akan berpengaruh pada tingkat ketertarikan siswa terhadap pendidikan agama Islam. Bila metode yang dipakai dapat menarik minat belajar siswa, maka hasil yang dicapai pun akan sesuai seperti yang diharapkan.
Dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, lerdapat beberapa metode yang dianjurkan dan telah diterapkan pada masa Rasulullah dan sahabat. Adapun metode-metode tersebut di antaranya:
a.         Metode perumpamaan
Metode perumpamaan adalah mencontohkan sesuatu hal yang lain dengan tujuan menjelaskan maksud yang sedang dibicarakan, dengan permisalan ini maka hal yang dibicarakan tersebut dapat dipahami dengan baik dan jelas”.[36]  Pendidikan Islam mementingkan pemberian contoh, terutama dalam al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Saw, karena cara tersebut sangat berpengaruh dalam menjelaskan makna dan memberikan kesan yang mendalam. Allah Swt berfirman:
ª!. 3 Ïöku ª!$# ¾ÍnÍqãZÏ9 `tB âä!$t±o 4 ÛUÎŽôØour ª!$# Ÿ@»sWøBF{$# Ĩ$¨Y=Ï9 3 ª!$#ur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ÒOŠÎ=tæ
Artinya:  ...Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. An-Nur: 35)
Siswa akan memperoleh manfaat yang banyak dari metode pendidikan Islam melalui pemberian contoh, sebab biasanya pemahaman mereka bergantung kepada hal-hal   yang   konkret.   Penggunaan   contoh   yang   konkret   seperti   ini   akan meningkatkan pemahaman mereka tentang materi yang dipelajari dan akan memberi motivasi tersendiri dalam belajar.
b.        Metode kisah
Kisah memiliki peran yang besar dalam memberikan pengaruh dalam mendorong untuk melakukan hal-hal yang utama dan akhlak yang mulia. Seluruh al-Qur'an merupakan metode yang ideal dalam pengajaran pendidikan agama Islam. Di dalamnya banyak terdapat kisah-kisah yang mengandung pelajaran yang sangat banyak, seperti kisah Ashabul Kahfi, kisah nabi-nabi, Firau dan Iain-lain. Allah berfirman:
¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ZouŽö9Ïès9 `yJÏj9 #Óy´øƒs

Artinya: Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut (kepada Tuhannya). (Q.S. An-Nazi’at: 26)
 Metode ini sangat disukai oleh siswa karena disamping ceritanya enak didengar juga mengandung pelajaran yang sangat berharga yang nilai-nilai tersebut dapat diterapkan dalam kehidupannya.

c.         Metode demonstrasi
Metode demonstrasi sebagai suatu metode mengajar di mana seorang guru atau orang lain sengaja diminta untuk memperlihatkan pada seluruh kelas tentang proses melakukan sesuatu. Jadi keaktifan siswa lebih banyak pada mengamati apa yang didemonstrasikan. Dengan demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian dengan baik dan sempurna.
Metode ini pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw pada saat mengajarkan shalat kepada para sahabat. Sebagaimana suatu ketika Rasul selesai mengerjakan shalat, lalu beliau menghadap kepada para sahabat seraya bersabda:
 


Artinya: Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku berbuat seperti ini agar kalian meneladaniku dan agar kalian mempelajari shalatku. (H.R. Bukhari).[37]
Hadits di atas membuktikan bahwa metode demonstrasi merupakan metode yang sangat penting diterapkan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam. Karena dengan demonsti'asi maka siswa dapat memperhatikan langsung bagaimana tata cara penerapan teori yang diberikan guru, seperti bagaimana cara memandikan mayat, shalat, berwudhu dan lain sebagainya.


d.        Metode Ceramah
Metode ceramah adalah penuturan atau penjelasan guru secara lisan, di mana dalam pelaksanaannya guru dapat menggunakan alat bantu mengajar untuk
memperjelas uraian yang disampaikan kepada siswa”.[38] Metode ini menempatkan guru pada pusat perhatian. Gurulah yang lebih banyak berbicara sedangkan murid hanya mendengarkan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting. Dalam sejarah Islam Nabi Muhammad Saw dan para sahabat dalam mendakwahkan dan mengembangkan agama Islam banyak menggunakan metode ceramah, hal ini sebagaimana tercermin dalam firman Alllah:
* $pkšr'¯»tƒ ãAqß§9$# õ÷Ïk=t/ !$tB tAÌRé& šøs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ( ...
Artinya: Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan oleh Tuhanmu kepadamu... (Q.S. Al-Maidah: 67)
Berdasarkan ayat tersebut di atas maka dapat dipahami bahwa dakwah dapat disampaikan dengan cara berceramah secara lisan atau ucapan. Begitu juga halnya dengan pengajaran di sekolah, biasanya guru menggunakan metode ceramah bila memiliki tujuan agar siswa mendapatkan informasi tentang sesuatu pokok atau persoalan tertentu. Hal ini wajar digunakan bila sekolah tidak memiliki bahan bacaan tentang masalah yang akan dibicarakan, mengingat juga bahwa jumlah siswa pada umumnya banyak.
e.         Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab ialah penyampaian pelajaran dengan jalan guru mengajukan pertanyaan dan murid menjawabnya. Dengan kata lain metode ini adalah membangun interaksi belajar mengajar”.[39] "Penggunaan teknik tanya jawab biasanya  dimaksudkan  untuk  menyimpulkan pengetahuan  dan  pengalamannya, sehingga menjadi bermakna bagi kehidupannya”.[40]  Hal ini akan meningkatkan daya kreatifitas siswa dalam berpikir dan mengemukakan pendapat, sehingga ia lebih berani untuk tampil dan memperkuat mentalnya di depan orang banyak.
f.         Metode keteladanan
Pendidikan dengan keteladanan berarti pendidikan dengan memberi contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berpikir dan sebagainya. Para ahli pendidikan berpendapat bahwa pendidikan keteladanan merupakan metode yang paling berhasil. Hal ini karena dalam belajar, orang pada umumnya lebih mudah menangkap yang konkret daripada yang abstrak. Heri Noer Aly mengatakan bahwa: Pendidikan barangkali akan merasa mudah mengkonsumsi pesannya secara lisan, namun peserta didik akan merasa kesulitan dalam memahami pesan tersebut apabila ia tidak melihat pendidiknya memberi contoh tentang kesan yang disampaikannya”.[41]
Dalam al-Qur'an terdapat banyak ayat yang menunjukkan kepentingan penggunaan metode teladan dalam pendidikan. Di antaranya firman Allah Swt:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_ötƒ ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sŒur ©!$# #ZŽÏVx. ÇËÊÈ
Artinya:  Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab: 21).
Ayat di atas mengajarkan manusia untuk meneladani pribadi Rasulullah Saw yang agung, sehingga mengisyaratkan kepada pendidik agar dapat memberikan keteladanannya kepada peserta didik, baik melalui tutur kata, tingkah laku, perbuatan maupun dalam hal berpakaian.
g.        Metode pembiasaan
Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat penting terutama bagi anak-anak. Karena mereka belum menghayati apa yang disebut baik dan dalam arti susila. Anak-anak perlu dibiasakan untuk berbicara, belajar dan bekerja secara teratur.
Menanamkan kebiasaan itu sulit, kadang-kadang memerlukan waktu yang lama. Kesulitan ini disebabkan pada mulanya seorang anak belum mengenal secara praktis sesuatu yang hendak dibiasakannya. Apalagi kalau yang dibiasakan itu dirasa kurang menyenangkan. Oleh karena itu, dalam menanamkan kebiasaan diperlukan pengawasan, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
 



Artinya: Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat apabila sampai umur 7 tahun, dan pukullah (apabila membangkang) apabila anakmu berumur 10 tahun. Dan pisahlah antara mereka tempat tidurnya. (H.R. Ahmad dan Abu Daud).[42]
Pengawasan hendaknya digunakan, meskipun secara berangsur-angsur peserta didik harus diberi kebebasan. Anak-anak yang masih kecil sangat membutuhkan pengawasan. Semakin besar seorang anak, pengawasan terhadapnya makin dikurangi. Dengan kata lain, pengawasan dilakukan sesuai dengan usia peserta didik, serta perlu adanya keseimbangan antara pengawasan dan kebebasan.
h.        Metode nasehat
Yang dimaksud dengan nasehat ialah penjelasan tentang kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasehati dari bahaya serta menunjukkannya ke jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat.
Di dalam jiwa terdapat pembawaan yang terpengaruh oleh kata-kata yang didengar. Pembawaan ini biasanya tidak tetap, oleh karena itu kata-kata harus diulang-ulang. Nasehat yang berpengaruh akan membuka jalannya ke dalam jiwa seseorang secara langsung melalui perasaan, dari itu peserta didik memerlukan nasehat-nasehat yang baik dan lembut, halus, akan tetapi berbekas, bisa membuat anak kembali baik dan berakhlak mulia.
Nasehat dapat dilakukan dengan banyak cara seperti nasehat-nasehat yang berisi sentuhan-sentuhan yang halus dan lembut yang dapat menyentuh perasaan dan mengetuk jiwa serta melalui cerita (kisah-kisah) dan perumpamaan.
i.          Metode motivasi dan intimidasi
Metode motivasi dan intimidasi digunakan sesuai dengan perbedaan tabiat dan kadar kepatuhan manusia terhadap prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah Islam. Sebab pengaruh yang dihasilkan tiap-tiap metode ini tidaklah sama. Metode motivasi lebih baik dari metode intimidasi. Metode motivasi bersifat positif dan pengaruhnya relatif lebih lama karena bersandar pada pembangkit dorongan intrinsik manusia. Sedangkan metode intimidasi bersifat negatif dan pengaruhnya relatif sementara karena bersandar pada rasa takut.
Semua ini  menunjukkan bahwa pendidikan  Islam  lebih mengutamakan penggunaan metode motivasi dari pada metode intimidasi. Metode intiniidasi baru digunakan apabila metode-metode yang lain seperti memberi nasehat, petunjuk dan bimbingan tidak berhasil.
j.          Metode hukuman
Metode hukuman adalah metode terburuk, tetapi dalam kondisi tertentu harus digunakan juga. Oleh karena itu, ada beberapa hal hendaknya diperhatikan pendidik dalam menggunakan metode hukuman, antara lain:
1)      Hukuman adalah metode kuratif, artinya tujuan hukuman untuk memperbaiki peserta didik yang melakukan kesalahan dan memelihara peserta didik lainnya, bukan untuk baias dendam. Oleh sebab itu. pendidik hendaknya tidak menjatuhkan hukuman dalam keadaan marah.
2)      Hukuman baru digunakan apabila metode lain seperti nasehat dan peringatan tidak berhasil dalam memperbaiki peserta didik.
3)      Sebelum dijatuhi hukuman, peserta didik hendaklah lebih dahulu diberi kesempatan untuk berubah dan memperbaiki diri.
4)      Hukuman yang dijatuhkan kepada peserta didik hendaknya dapat dimiliki olehnya, sehingga ia menyadari kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi.
5)      Dalam menjatuhkan hukuman, pendidik hendaknya memperhatikan prinsip logis, yaitu hukuman disesuaikan dengan jenis kesalahan.






[1] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hal. 201.
[2] Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 8.
[3] Natawijaya, Rachman, Penyuluhan di Sekolah (Bandung: Tarsito, 1995), hal.32.
[4] Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), hal. 26.
[5] W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1999), hal. 116.

[6] Tohirin, Psikologi Pembelajaran, hal. 9.
[7] Sofyan Sauri, Pengembangan Kepribadian: PAI Untuk Perguruan Tinggi (Bandung: Media Hidayat Publiser, 2006), hal. 82.
[8] Sofyan Sauri, Pengembangan, hal. 83.
[9] Sofyan Sauri, Pengembangan, hal. 83.

[10] Sofyan Sauri, Pengembangan, hal. 84.
[11] Sofyan Sauri, Pengembangan, hal. 85.
[12] Sofyan Sauri, Pengembangan, hal. 86.

[13] Sofyan Sauri, Pengembangan, hal.99.
[14] Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam Cet. II, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 198.
[15] Al-Baihaqi, Sunan Kubra, Jilid 10 (Beirut: Darul Fikri, t.t, ), hal. 192.
[16] Abu Ahmad, Dasar-Dasar, hal. 199.
[17] Oemar Hamalik, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Bandung: Tarsito, 1983), hal. 28.
[18]Agoes Soejanto,  Psikologi Umum (Jakarta: Aksara Baru, 1990), hal. 72.

[19]Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta: Bina Aksara, 2002), hal. 56.

[20] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor, hal. 56.
[21] Oemar Hamalik, Bimbingan dan Penyuluhan, hal. 113.

[22] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor, hal. 59.
[23] Agoes Soejanto,  Psikologi, hal. 19.
[24]  Agoes Soejanto,  Psikologi, hal. 73.
[25] M. Surya, Psikologi Pendidikan (Bandung: Publikasi Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan FKIP, 1991), hal. 126.
[26] Sardiman, Interaksi dan Motivasi, hal. 89-90.
[27] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor, hal. 62.

[28] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor, hal. 62.
[29] Agoes Soejanto,  Psikologi, hal. 48.
[30] Agoes Soejanto,  Psikologi, hal. 48.
[31] Djumhur et.al., Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Bandung: Ilmu, 1995), hal.14.

[32] H.M. Rohani, et.al., Pengelolaan Pengajaran (Semarang: Rineka Cipta, 1990), hal. 150.
[33] Agoes Soejanto,  Psikologi..., hal. 74.
[34] Winarno Surachmat, Pengantar Penelitian, hal. 74.

[35]  Jusuf Djajadisastra, Metode-Metode Mengajar (Bandung: Aksara, 1982), hal. 10.
[36] Lihat, Fuad Bin Abdul Aziz Asy-Syalhub, Begini Seharusnya Menjadi Guru (Jakarta: Darul Haq, 2009), hal. 126.
[37] Al-Bukhari, Al-Jumu’ah
[38] Sriyono, et.al, Teknik Belajar Mengajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 99.
[39] Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), hal. 86.
[40] Rostiyah N.N, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 130.
[41] Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Logos, 1999), hal. 178.
[42] Ahmad Ibnu Hambal, Musnad Ahmad Bin Hambal, Abu Daud, Juz II (N.P: Maktaba Al-Buluts Waldirasat Darul Fikri, t.t), hal. 599.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.      Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei dan tempat dilaksanakan penelitian ini adalah di SMP Negeri 6 Banda Aceh.
Adapun keadaan sekolah SMP Negeri 6 Banda Aceh secara rinci yaitu :
Nama sekolah              : SMP Negeri 6 Banda Aceh
Alamat sekolah           : Jln. Tgk. Lam U Kota Baru Banda Aceh
  1. Keadaan fisik sekolah
    1. Luas tanah                                                       : 10.495 m2
    2. Jumlah ruang kelas                                          : 23 kelas
    3. Bangunan lain yang ada :
a)      Ruang kepala sekolah                      : 1584 m2
b)      Ruang laboratorium IPA                  : 122 m2
c)      Ruang laboratorium bahasa              : 150 m2
d)     Ruang perpustakaan                         : 284 m2
e)      Ruang bimbingan dan konseling      : 14 m2
f)       Ruang mushalla                                : 283 m2
g)      Ruang kantor
-    Kepala sekolah                        : 30 m2
- Guru                                         : 156 m2
- Administrasi                            : 70 m2
h)      Gudang                                            : 30 m2
i)        Rumah penjaga malam                     : 15 m2
j)        Bangsal sepeda                                : 18 m2
k)      Kamar mandi / WC                          : 13 m2
l)    Ruang serbaguna                              : 13 m2
m)  Ruang media                                    : 72 m2
n)   Ruang komputer                              : 72 m2
    1. Lapangan olahraga ( jenis dan ukuran )
-          Lapangan basket                              : 1 unit
-          Lapangan volly                                : 2 unit
  1. Keadaan lingkungan yang mengelilingi sekolah
Jenis bangunan yang mengelilingi sekolah :
a)      Sebelah timur, barat dan selatan berbatasan dengan perumahan penduduk
b)      Sebelah urata berbatasan dengan jalan
  1. Guru dan Siswa
1.      Jumlah guru                             : 76 Orang
2.      Jumlah guru tetap                    : 70 Orang
3.      Jumlah siswa seluruhnya         : 710 Orang
4.      Jumlah siswa perkelas             : ± 35 Orang
  1. Interaksi Sosial
1.      Hubungan guru-guru                           : Baik
2.      Hubungan guru dan siswa                  : Harmonis
3.      Hubungan siswa-siswa                        : Baik
4.      Hubungan guru dan pegawai TU        : Baik
5.      Hubungan sosial secara keseluruhan   : Baik
  1. Tata tertib
1.      Untuk siswa    : Ada
2.      Untuk guru      : Ada
3.      Untuk pegawai : -
  1. Kesan Umum
Sangat memuaskan karena kerja sama terjalin dengan baik, saling menghargai satu sama lain, juga saling mendukung dalam berbagai bentuk kegiatan yang ada di SMP Negeri 6 Banda Aceh.

B.     Populasi dan Sampel Penelitian

Setiap penelitian memerlukan data dan informasi dari sumber-sumber yang dapat dipercaya, agar data dan  informasi tersebut dapat digunakan unutk menjawab masalah-masalah dalam penelitian atau untuk menguji hipotesis.
Dalam hal  ini penulis menetukan terlebih dahulu populasinya, guna untuk memperoleh data atau informasi yang perlu untuk menjawab permasalah yang dihadapi dalam penelitian ini. Menurut Suharsimi Arikunto: “Populasi adalah keseluruhan jumlah yang dijadikan sebagai objek penelitian.[1] Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang cukup terwakili untuk dijadikan sebagai sumber data sebenarnya.
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa SMP Negeri 6 Banda Aceh. Sedangkan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebagian siswa saja, dikarenakan jumlah populasinya melebihi 100 orang. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto yang menyatakan bahwa: “apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subjeknya besar atau lebih dari 100, maka dapat diambil 5%-10% atau 10%-15% atau lebih”.[2]
Menurut data yang telah penulis peroleh, saat ini jumlah keseluruhan siswa-siswi di SMP Negeri 6 Banda Aceh berjumlah 710 orang. Berdasarkan pendapat Suharsimi Arikunto di atas, maka penulis hanya mengambil sampel 5% saja atau 35 orang siswa yang terdiri dari kelas I, II, III. Semua kelas menjadi bagian dari random sampling artinya setiap kelas ikut terwakili. Sedangkan guru yang dijadikan sampel untuk memperolah data-data adalah 3 orang guru pendidikan agama Islam dan kepala sekolah SMP Negeri 6 Banda Aceh.
Penentuan pengambilan sampel ini, penulis menggunakan “teknik random sampling yaitu suatu teknik dengan mencampur subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek dianggap sama”.[3]
C.      Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data tentang masalah yang diteliti maka peneliti menggunakan metode deskriptif. Ditinjua dari segi penggunaannya, metode ini sangat tepat digunakan dalam penelitian, karena usaha untuk mengambarkan data-data yang ada pada satu waktu yang sedang berlangsung.
Adapun metodologi penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai berikut:
1.      Library research (penelitian kepustakaan)
Metode ini penulis lakukan sebagai upaya untuk mempersiapkan diri terlebih dahulu dengan mempelajari buku-buku atau bahan-bahan bacaan sebagai landasan teoritis yang berhubungan dengan masalah penelitian ini. Metode penelitian kepustakaan ini penulis lakukan untuk mengembangkan bagian-bagian karya ilmiah ini yang bersifat teoritis.
2.      Field research (penelitian lapangan)
Metode ini dimaksud sebagai suatu penelitian langsung terhadap objek penelitian. Dalam hal ini penulis turun ke lapangan untuk mendapatkan data-data dan informasi sehubungan dengan masalah-masalah pembahasan dalam karya ilmiah ini yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Selanjutnya instrumen yang penulis pergunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah:
a.       Observasi, yaitu suatu penyelidikan atau pengamatan langsung untuk memperoleh data dan informasi mengenai masalah yang akan diteliti.
b.      Wawancara, yaitu sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Untuk memperoleh data-data dalam penelitian ini penulis mengadakan dialog langsung dengan kepala sekolah, guru kelas dan tenaga pengajar.
c.       Angket, yaitu suatu instrumen yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan dijawab oleh responden. Angket ini dibuat dalam bentuk tertutup, artinya setiap, pertanyaan telah disediakan kemungkinan jawabanya, sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman responden. Dalam hal ini, angket dibagikan kepada 30 orang siswa SMP Negeri 6 Banda Aceh yang terpilih sebagai sampel.

D.      Metode Pengolahan Data

Semua data yang terkumpul dari hasil penyebaran angket kepada responden diolah dan ditabulasikan ke dalam bentuk tabel dengan menghitung frekuansi dan persentase dengan menggunakan rumus statistik sederhana yaitu:
 P =   x 100%
Keterangan:         P          = Persentase
                            F          = Frekuensi
                            N         = Jumlah sampel.
                            100%  = bilang tetap.[4]
Hasil perhitungan persentase inilah yang akan menjadi landasan menarik kesimpulan, dengan berpedoman pada panduan penafsiran yang dikemukan oleh yaitu:
100%          = seluruhnya
80 – 99%    = pada umumnya
60 – 79%    = sebagian besar
50 – 59%    = lebih dari setengah
40 – 49%    = kurang dari setengah
20 – 39%    = sebagian kecil
0 – 19%      = sedikit sekali.[5]     

 











[1] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Bina Aksara, 1998), hal. 102.
[2] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, hal. 62.
[3] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, hal. 64
[4]Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitia., hal. 246.
[5] S. Mulyani Nurhadi, Administrasi Pendidikan di Sekolah (Yogyakarta: Bina Aksara, 1989), hal. 61.
BAB IV
PEMBELAJARAN PAI DI SMP NEGERI 6 BANDA ACEH

A.      Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1.        Gambaran SMP Negeri 6 Banda Aceh
SMP Negeri 6 Banda Aceh terletak di Jln. Tgk. Lam U Kota Baru Banda Aceh. SMP ini didirikan di atas tanah seluas 10.495 Mpada tahun 1978 dengan status SMP Negeri 6 Banda Aceh. Adapun batas sekolah ini adalah sebagai berikut:
Ø  Sebelah Timur, Barat dan Selatan berbatasan dengan perumahan penduduk.
Ø  Sebelah Urata berbatasan dengan jalan.
2.        Keadaan Guru
Guru merupakan bagian terpenting dalam organisasi sekolah. Keberadaannya sangat dibutuhkan dalam meningkatkan prestasi siswa di sekolah. Hal ini disebabkan karena fungsinya sebagai pendidik yang mendidik dan memotivasi siswa-siswinya menjadi pintar dan berguna bagi kehidupan nusa dan bangsa. Adapun keadaan guru di SMP Negeri 6 ini dapat dilihat dalam tabel berikut:



Tabel 4.1 Keadaan Guru SMP Negeri 6 Banda Aceh
No
Guru
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1
2
3
4
Guru Tetap
Guru Honda/GTT
Guru Titipan
Guru Sertifikasi
10
3
-
1
56
4
2
15
66
7
2
16

Jumlah
14
77
91

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas guru yang mengajar di SMP Negeri 6 Banda Aceh adalah guru tetap, hal tersebut berdasarkan jumlahnya yang terbanyak 66 orang, guru sertifikasi berjumlah 16 orang, sedangkan guru honda/GTT berjumlah berjumlah 7 orang dan guru titipan hanya berjumlah 2 orang saja. Sekolah ini juga memiliki staf tata usaha yang pegawainya berjumlah 13 orang dan satu orang Satpam.
3.        Keadaan siswa
SMP Negeri 6 Banda Aceh memiliki siswa sejumlah 710 orang. Kebanyakan siswa-siswinya berasal dari masyarakat yang tinggal di sekitar sekolah dan yang menetap di Banda Aceh, hanya sebagian kecil siswa-siswi yang berasal dari luar kecamatan. Adapun keadaan siswa SMP Negeri 6 Banda Aceh.







Tabel 4.2 Keadaan Siswa SMP Negeri 6 Banda Aceh
No
Kelas
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
VII - 1
VII - 2
VII - 3
VII - 4
VII - 5
VII - 6
VII - 7
VII - 8
22
18
15
16
11
9
15
15
14
16
20
20
13
17
11
8
36
34
35
36
24
26
26
23
Jumlah
121
119
240
9
10
11
12
13
14
15
16
VIII - 1
VIII - 2
VIII - 3
VIII - 4
VIII - 5
VIII - 6
VIII - 7
VIII - 8
15
19
18
16
15
19
13
9
19
16
16
16
18
14
13
18
34
35
34
32
33
33
26
27
Jumlah
124
130
254
17
18
19
20
21
22
23
IX - 1
IX - 2
IX - 3
IX - 4
IX - 5
IX - 6
IX – 7
17
19
20
21
20
10
10
19
15
16
14
15
9
11
36
34
36
35
35
19
21
Jumlah
117
99
216
Sumber data: Dokumentasi SMP Negeri 6 Banda Aceh 2010

            Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah keseluruhan siswa-siswi SMP Negeri 6 Banda Aceh adalah 710 orang. Kelas yang paling banyak siswanya adalah kelas VIII yang terbagi dalam 8 kelas dengan jumlah keseluruhan siswanya sebanyak 254 siswa, sedangkan kelas VII terbagi dalam 8 kelas dengan jumlah 240 siswa dan kelas IX yang terbagi dalam 7 kelas dengan jumlah 216 siswa.


4.        Sarana dan prasarana
Selain kemampuan dan kedisiplinan guru yang diikuti oleh keaktifan siswa, keberhasilan suatu proses belajar mengajar pada suatu lembaga pendidikan juga didukung oleh kelengkapan sarana pendidikan. Untuk mengetahui keadaan sarana dan prasarana di SMP Negeri 6 ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.3  Keadaan Sarana Pendidikan SMP Negeri 6 Banda Aceh
No
Jenis Sarana
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Ruang kepala sekolah
Ruang belajar siswa
Ruang dewan guru
Ruang TU
Ruang Bimbingan dan konseling
Laboratorium IPA
Laboratorium Bahasa
Laboratorium Komputer
Perpustakaan
Musholla
Kamar mandi/WC
Lapangan olah raga
Pos satpam
Kantin
Rumah penjaga malam
Gudang
Ruang media
Ruang serba guna
1
23
1
1
1
1
1
1
1
1
12
4
1
1
1
1
1
1
Sumber data: dokumentasi SMP Negeri 6 Banda Aceh Tahun 2010

5.        Struktur organisasi
SMP Negeri 6 Banda Aceh mempunyai struktur organisasi yang teratur guna memperlancar proses pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan sistem organisasi yang melibatkan semua bagian dan bertanggung jawab atas kelangsungan hidup suatu lembaga pendidikan. Dengan adanya struktur organisasi, maka sebuah  lembaga memiliki pembagian tugas yang jelas. Struktur organisasi juga bertujuan untuk menjaga kestabilan suatu jabatan agar tidak terjadi kesimpang-siuran pekerjaan yang telah ditetapkan. Selain itu dengan struktur organisasi dapat memberikan suatu gambaran secara umum apa yang menjadi sasaran yang akan dicapai oleh lembaga tersebut.
Dengan manajemen organisasi yang baik, diharapkan pembagian tugas dan tanggung jawab semua pegawai dan tenaga pengajar dapat ditempatkan sesuai dengan bidang dan fungsinya masing-masing. Setiap pegawai harus mengerti dan menyadari tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini guna menghindari kesewenang-wenangan atasan terhadap bawahan dan menciptakan situasi kerja yang harmonis di lembaga tersebut.
Untuk mengetahui dengan jelas struktur organisasi di SMP Negeri 6 Banda Aceh dapat dilihat pada skema berikut ini:










STRUKTUR ORGANISASI SMP NEGERI 6 BANDA ACEH
Kepala Sekolah
Dra. Hj. Kasumi Sulaiman, MM

Kepala Perpustakaan
Dra. Ruhaida
Wakil Sarana Prasarana
Yusnidar, S.Pd
Wakil Kesiswaan
Drs. Sulaiman
Wakil kurikulum
Drs. Yulisa Nur Adam, SH
Kepala Tata Usaha
Hasbi
Kepala Laboratorium
fauziah, S.Si
Kepala BK
Dra.Hj. Nurlina
Wali Kelas

Wakil Humas
Nur Amaliati, S.Pd I
SISWA
Guru Mata Pelajaran
PERIODE 2010-2011













Sumber Data: Dokumentasi SMP Negeri 6 Banda Aceh Tahun 2010


Berdasarkan struktur organisasi di atas, dapat diketahui bahwa susunan organisasi lembaga pendidikan di SMP Negeri 6 Banda Aceh berjenjang. Setiap jenjang mempunyai tanggung jawab dan wewenang tersendiri. Dengan adanya struktur organisasi ini, maka tampak jelas bahwa SMP Negeri 6 Banda Aceh merupakan suatu organisasi yang teratur sebagai suatu lembaga pendidikan yang terorganisir dalam menjalankan pendidikan.

B.       Metode Dilakukan Guru Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar PAI Siswa

Untuk mengatasi dan meminimalisir kendala-kendala yang muncul dalam peningkatan prestasi belajar siswa, maka harus ada metode-metode yang ditempuh oleh guru agar prestasi siswa dalam belajar terus meningkat. Untuk melihat metode atau cara yang ditempuh oleh guru PAI di SMP Negeri 6 Banda Aceh dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4. Apakah Guru selalu Aktif dalam Melaksanakan Pembelajaran PAI
No
Alternatif jawaban
Frekuansi
Persentase
a.
b.
c.
d.
Sangat aktif
Aktif
Kurang aktif
Tidak aktif
5
20
10
-
14
57
29
-
Jumlah
35
100%

            Tabel di atas menunjukkan bahwa 57% dari responden mengatakan bahwa guru aktif pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Sementara 29% menjawab bahwa guru kurang aktif pada saat berlangsungnya pembelajaran PAI, hanya 14% yang mengaku sangat aktif dan tidak ada responden yang mengatakan guru tidak aktif. Dari itu dapat dipahami bahwa tidak menonjolnya keaktifan guru agama di sekolah ini.
            Metode yang ditempuh dalam meningkatkan prestasi belajar siswa juga dapat dilakukan dengan memberi penghargaan kepada siswa. Untuk melihat apakah guru PAI di SMP Negeri 6 Banda Aceh memberi penghargaan kepada siswa dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.5. Apakah Guru Memberikan Penghargaan Bagi Siswa yang Menyelesaikan Tugas dengan Baik.

No
Alternatif jawaban
Frekuansi
Persentase
a.
b.
c.
d.
Sering
Ya   
Jarang  
Tidak pernah
1
5
17
12
3
14
49
34
Jumlah
35
100%

           
            Tabel di atas mendeskripsikan bahwa 49% dari responden mengatakan bahwa guru jarang memberi penghargaan kepada siswa yang berprestasi, 34% bahkan menjawab bahwa guru tidak pernah memberikan penghargaan kepada siswa. Sementara itu hanya 14% menjawab “ya” dan hanya 3% yang mengaku bahwa guru sering memberikan hadiah kepada siswa.
            Pemberian hadiah kepada siswa yang berprestasi sangat jarang dilakukan di SMP Negeri 6 Banda Aceh. Hal ini diakui oleh Bapak Nurdin dan Ibuk Kasmiati yang mengatakan: “Pemberian hadiah dalam bentuk materi tidak pernah diberikan kepada siswa”.[1] Hanya Ibuk Khadijah yang sesekali memberi hadiah kepada siswa-siswanya yang berprestasi”.[2]
            Untuk mengetahui bentuk hadiah yang diberikan guru kepada siswa dapat dilihat pada tabel di bawah:

Tabel 4.6. Bentuk Penghargaan yang Diberikan Guru.
No
Alternatif jawaban
Frekuansi
persentase
a.
b.
c.
d.
Hadiah
Pujian
Disayangi
Nilai yang tinggi
1
7
7
20
3
20
20
57
Jumlah
35
100%

            Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa 57% dari responden mengatakan bahwa guru memberi hadiah kepada siswa biasanya adalah dalam bentuk nilai yang tinggi, sementara masing-masing 20% dari responden menjawab diberikan dalam bentuk pujian dan disayangi, hanya 3% yang mengatakan hadiah dalam bentuk materi.
            Pemberian hadiah untuk siswa berprestasi sesekali dilakukan oleh ibuk Khadijah yang mengatakan: “Hadiah yang biasa diberikan kepada siswa yang berprestasi berupa buku tulis”.[3]
            Di samping hadiah, dalam meningkatkan prestasi belajar siswa juga diperlukan hukuman yang diberlakukan pada siswa yang tidak menyelesaikan tugasnya dengan baik. Untuk mengetahui apakah hukuman juga diterapkan di SMP Negeri 6 Banda Aceh dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.7. Pernahkah Guru Memberikan Hukuman Bagi Siswa Yang Tidak Menyelesaikan Tugas.
No
Alternatif jawaban
Frekuansi
persentase
a.
b.
c.
d.
Sering
Ya
Jarang
Tidak pernah
7
18
5
5
20
52
14
14
Jumlah
35
100%

            Tabel  di atas menyatakan bahkan 52% lebih dari responden mengaku guru memberi hukuman kepada siswa yang tidak menyelesaikan tugasnya, 20% lagi mengatakan sering memberikan hukuman. Sementara 14% responden mengatakan bahwa jarang dan sisanya 14% mengatakan bahwa guru tidak pernah memberikan hukuman kepada siswa yang tidak menyelesaikan tugasnya.
Bentuk hukuman yang diberikan gruru bisa bermacam-macam jenisnya. Untuk melihat bentuk hukuman apa saja yang pernah diberikan guru kepada siswa yang tidak menyelesaikan tugasnya dengan baik dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.8. Bentuk Hukuman yang Diberikan Guru
No
Alternatif jawaban
Frekuansi
persentase
a.
b.
c.
d.
Peringatan/Nasehat
Hukuman fisik
Denda
Tugas ditambah
29
-
1
5
83
-
3
14
Jumlah
35
100%


Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa 83% mengaku sering mendapat peringatan atau nasehat bila tidak menyelesaikan tugasnya dengan baik, sementara 14% menjawab hukuman yang biasa diberikan berupa penambahan tugas dan hanya 3% responden yang mengaku hukuma yang diberikan guru berupa denda.
Hal senada dengan jawaban responden diakui oleh Ibuk Khadijah yang mengatakan: “pemberian hukuman perlu dilakukan unutk meningkatkan prestasi belajar siswa. Pemberian hukuman bisa menjadi sarana yang tepat untuk menangani siswa yang tidak mau belajar dengan baik. Adapun bentuk hukuman yang biasa diberikan yaitu teguran dan bimbingan”.[4]
Sementara kepala sekolah SMP Negeri 6 Banda Aceh Kasumi Sulaiman mengatakan bahwa: “untuk siswa yang tingkat kehadirannya kurang dan prestasinya merosot akan dipanggil orang tuanya untuk diajak bekerja sama dalam meningkatkan prestasi belajar siswa serta memperbaiki prestasinya”.[5]

C.      Penyebab tidak Meningkatnya Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 6 Banda Aceh

     Prestasi merupakan salah satu faktor penting yang dapat menarik perhatian siswa terhadap sesuatu. Begitu juga dalam hal belajar PAI, bila siswa memiliki prestasi yang tinggi terhadap pelajaran ini, maka siswa akan belajar lebih bersemangat untuk mencapai tujuan belajar yang diharapkan. Untuk melihat tingkat kesukaan siswa terhadap mata pelajaran agama Islam dapat dilihat pada tabel berikut ini:      

Tabel 4.9. Tingkat Kesukaan Siswa Terhadap PAI

No
Alternatif jawaban
Frekuansi
persentase
a.
b.
c.
d.
Sangat suka
Suka
Kurang suka
Tidak suka
17
18
-
-
49
51
-
-
Jumlah
35
100%


            Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden menjawab suka mempelajari PAI yaitu sebanyak 51%, sedangkan 49% lainnya mengatakan sangat suka mempelajari pelajaran ini. Sementara  alternatif jawaban “kurang suka” dan “tidak suka” tidak dipilih oleh responden. Dari itu dapat disimpulkan bahwa siswa-siswi SMP Negeri 6 Banda Aceh memandang sama terhadap pelajaran agama dan pelajaran-pelajaran lainnya.
Setiap siswa memiliki tujuan yang berbeda dalam mempelajari PAI. Hal ini karena siswa-siswa tersebut mempunyai pandangan yang berbeda dalam mempelajari PAI. Untuk mengetahui tujuan siswa dalam mempelajari PAI dapat dilihat pada tabel berikut:






Tabel 4.10. Tujuan Siswa SMP Negeri 6 Mempelajari PAI

No
Alternatif jawaban
Frekuansi
persentase
a.

b.

c.

d.
Untuk mempelajari dan memahami tata cara beribadah
Untuk menumbuhkan kebiasaan berakhlak baik
Untuk memperoleh ilmu pengetahuan agama
Untuk mendapatkan nilai pelajaran agama

4

19

12

-

12

54

34

-
Jumlah
35
100%

            Tabel di atas menjelaskan bahwa kebanyakan responden yaitu sebanyak 54% mempelajari PAI untuk menumbuhkan kebiasaan berakhlak baik, 34% responden memiliki tujuan untuk memperoleh pengatahuan agama Islam dan sisanya 12% mengatakan bahwa tujuan mempelajari PAI adalah untuk mempelajari dan memahami tata cara beribadah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa tujuan yang ingin dicapai siswa adalah supaya mampu menumbuhkembangkan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari, juga untuk memperoleh dan memiliki ilmu agama bagi dirinya.
Tujuan yang ingin dicapai siswa berpengaruh besar terhadap tinggi rendahnya prestasi belajarnya terhadap pendidikan agama Islam. Apabila tujuan yang ingin dicapainya tidak terdapat dalam teori yang sedang dipelajari, maka secara otomatis prestasi belajarnya akan rendah dan begitu pula sebaliknya.
Untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan yang diharapkan oleh siswa dapat dilihat pada tabel berikut:




Tabel 4.11. Tercapai atau Tidaknya Tujuan Siswa dalam Mempelajari PAI

No
Alternatif jawaban
Frekuansi
persentase
a.
b.
c.
d.
Tercapai
Kurang tercapai
Belum tercapai
Tidak tercapai
9
16
10
-
26
46
28
-
Jumlah
35
100%


Tabel di atas mendeskripsikan bahwa 46% mengaku bahwa tujuan yang ingin dicapainya dalam mempelajari PAI masih dirasa kurang tercapai, di samping itu 28% dari responden menjawab belum tercapai. Hanya sedikit responden yang menjawab tercapai yaitu sebanyak 26% dan tidak ada responden yang menjawab tidak tercapai.
Belum tercapainya tujuan yang diinginkan dicapai siswa adakalanya disebabkan materi yang disediakan tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh siswa, atau karena metode penyampaiannya yang kurang tepat.
Metode juga memiliki peran penting dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Bila metode yang diterapkan tidak sesuai, maka siswa akan merasa jenuh dalam belajar PAI. Untuk mengetahui metode yang paling disukai siswa dalam proses belajar mengajar dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.12. Metode yang Paling Disukai Siswa dalam Pembelajaran PAI

No
Alternatif jawaban
Frekuansi
persentase
a.
b.
c.
d.
Ceramah
Tanya jawab
Diskusi dan demonstrasi
Penggabungan
12
14
4
5
34
40
12
14
Jumlah
35
100%

Tabel di atas menunjukkan bahwa metode yang paling disukai oleh siswa adalah metode tanya jawab. Hal ini dapat dilihat dari 40% jawaban responden yang menyatakan metode tanya jawab, 34% dari responden menjawab metode yang paling disukai siswa adalah metode ceramah, sedangkan 14% yang lain menyukai penggabungan metode dalam proses belajar PAI dan hanya 12% responden yang menjawab metode diskusi dan demonstrasi. Jadi jelaslah bahwa metode tanya jawab sangat membentu siswa untuk meningkatkan prestasi belajar itu sendiri.
Di SMP Negeri 6 Banda Aceh tidak semua siswa memiliki buku paket PAI. Oleh karena itu kebanyakan siswa harus mencatat materi yang diberikan oleh guru agar tidak ketinggalan materi. Untuk melihat apakah siswa-siswa tersebut mencatat materi yang diberikan oleh guru dapat dilihat pada tabel berikut ini:        
                    

Tabel 4.13. Apakah Siswa Mencatat Materi yang Diberikan Guru bila Tidak Mempunyai Buku Paket

No
Alternatif jawaban
Frekuansi
persentase
a.
b.
c.
d.
Ya
Kadang-kadang
Tidak
Sebagiannya
13
10
2
10
37
29
5
29
Jumlah
35
100%

            Tabel di atas menjelaskan bahwa sebagian besar siswa mencatat setiap materi PAI yang dibeikan oleh guru. Hal ini terbukti dari 37% dari responden mengaku bahwa selalu mencatat setiap materi yang diberikan oleh guru. Sedangkan sebagian responden yang lain 29% menjawab kadang-kadang mencatat dan kadang-kadang tidak mencatat materi yang diberikan guru. Hanya 5% saja yang tidak mencatat materi yang diberikan guru.

D.      Kendala yang Dihadapi Guru dalam Meningkatkan Prestasi belajar Siswa

Pelaksanaan pembelajaran PAI tidak selalu berjalan sesuai dengan yang direncanakan, kendala akan selalu hadir di setiap pelaksanaanya. Prestasi belajar siswa juga akan surut bila kendala yang ada tidak diminimalisir. Banyak hal yang bisa menjadi kendala dalam meningkatkan minat belajar siswa, di antaranya metode yang digunakan tidak disukai siswa, tidak ada sarana belajar yang memadai, kurangnya semangat siswa dalam belajar dan lain sebagainya. Untuk melihat kendala apa saja yang dihadapai guru dalam meningkatkan prestasi belajar PAI siswa dapat dilihat pada tabel berikut:
  
Tabel 4.14. Apakah Tersedia Buku Paket PAI di Perpustakaan Sekolah
No
Alternatif jawaban
Frekuansi
persentase
a.
b.
c.
d.
Tersedia
Kurang tersedia
Tidak tersedia
Tidak mencukupi
9
10
2
14
26
29
5
40
Jumlah
35
100%

Tabel di atas menjelaskan bahwa 40% dari responden mengatakan bahwa buku paket PAI yang tersedia di perpustakaan sekolah masih kurang tercukupi bagi seluruh siswa SMP Negeri 6 Banda Aceh, 29% menjawab bahwa buku paket PAI kurang tersedia, 26% dari responden yang menjawab tersedia. Hanya 5% menjawab bahwa tidak tersedia buku paket PAI di perpustakaan sekolah bagi seluruh siswa SMP Negeri 6 Banda Aceh.
Hal senada diungkapkan oleh Nurdin yang mengatakan bahwa: “buku paket PAI di perpustakaan SMP Negeri 6 tidak mencukupi sehingga siswa tidak dapat belajar dengan efektif dan efisien”. [6]
Sedangkan menurut Kepala Sekolah Kasumi Sulaiman: “kendala mendasar yang dihadapi guru adalah kurangnya perhatian dari pihak orang tua dan keluarga terhadap proses pendidikan siswa-siswa di SMP Negeri 6 Banda Aceh sehingga kerja sama orang tua dan pihak sekolah tidak terjalin dengan baik untuk meningkatkan prestasi belajar PAI siswa”.[7] 
Penggunaan metode yang sama pada setiap proses belajar mengajar akan membuat siswa merasa bosan dalam belajar. Untuk melihat apakah guru memvariasikan metode mengajarnya dalam proses belajar mengajar PAI dapat dilihat pada tabel berikut ini:  

Tabel 4.15. Apakah Guru Memvariasikan Metode Belajar pada saat Mengajar PAI

No
Alternatif jawaban
Frekuansi
persentase
a.
b.
c.
d.
Selalu
Ya
Jarang  
Tidak
3
9
13
10
9
26
37
28
Jumlah
35
100%

            Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa dalam proses belajar mengajar PAI guru jarang memvariasikan metode mengajarnya, hali ini dari jawaban sebagian besar responden yaitu sebanyak 37%. 28% dari responden menjawab bahwa guru tidak memvariasikan metode mengajarnya, responden yang lain 26% mengatakan guru memvariasikan metode mengajarnya dan hanya 9% responden yang mengatakan selalu memvariasikan metode mengajarnya.
E.       Pembuktian Hipotesis

Sesuai dengan hipotesis yang penulis ajukan pada bab terdahulu, maka di sini penulis bermaksud untuk membuktikan kebenarannya sejalan dengan data yang telah penulis dapatkan di lapangan.
Hipotesis yang pertama adalah metode yang dilakukan guru pendidikan agama Islam untuk meningkatkan prestasi pada siswa dalam pendidikan agama Islam belum maksimal. Dari tabel 4.5 dan 4.6 menunjukkan bahwa guru PAI sangat jarang memberikan hadiah kepada siswa-siswi yang berprestasi. Hal ini dapat berakibat menurunnya prestasi belajar siswa dalam mempelajari PAI karena guru PAI di SMP Negeri 6 Banda Aceh hanya menerapkan pemberian hukuman saja bagi siswa-siswi yang tidak menyelesaikan tugas dengan baik seperti yang ditunujukkan pada tabel 4.7 dan 4.8. Metode pemberian hukuman bagi siswa yang tidak menyelesaikan tugas dengan baik harus diiringi dengan pemberian hadiah bagi siswa yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan sempurna agar semangat belajar tetap terjaga. Metode pemberian hadiah di sekolah ini hanya sesekali dilakukan sehingga harus dipertimbangkan untuk ditingkatkan lagi. Metode yang lain dilakukan untuk meningkatkan prestasi siswa-siswi yang bermasalah adalah dengan memberikan nasehat secara individu maupun kelompok. Di samping itu juga diberlakukan pemanggilan orang tua untuk siswa kehadirannya tidak mencukupi target yang ditetapkan. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa metode yang dilakukan oleh guru masih belum maksimal, dan hanya memperhatikan siswa yang prestasinya rendah saja sedangkan siswa-siswi yang mempunyai prestasi belajar yang tinggi tidak diperhatikan lagi. Dari penjelasan tersebut berarti hipotesis yang pertama ini dapat diterima kebenarannya.
Hipotesis yang kedua adalah Penyebab tidak meningkatnya prestasi siswa di SMP Negeri 6 Banda Aceh disebabkan karena metode  yang dipergunakan oleh guru dalam pembelajaran PAI tidak sesuai dengan keinginan siswa. Berdasarkan hasil penelitian penulis, siswa-siswi SMP Negeri 6 Banda Aceh lebih menyukai metode tanya jawab dalam belajar pendidikan agama Islam. Akan tetapi guru PAI di sekolah tersebut selalu menggunakan metode ceramah, hanya Ibuk Khadijah yang sesekali menggunakan metode tanya jawab. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.12. Penyebab lain adalah tujuan siswa dalam mempelajari PAI yang berbeda-beda, sehingga bila materi yang diberikan guru tidak sesuai dengan tujuannya, maka siswa menjadi tidak aktif dalam belajar dan tidak mencatat materi yang diberikan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.9, 4.10, 4.11, dan 4.13. Dari kesimpulan tersebut berarti hipotesis yang kedua ini dapat diterima kebenaranya.
Hipotesis yang ketiga adalah Guru pendidikan agama menghadapi banyak kendala dalam meningkatkan prestasi belajar PAI siswa di SMP Negeri 6 Banda Aceh. Hasil wawancara penulis dengan kepala sekolah, Ibuk Kasumi Sulaiman dapat diketahui bahwa kendala utama yang dihadapi oleh guru PAI dalam meningkatkan prestasi belajar siswa adalah kurangnya perhatian orang tua dan keluarga terhadap pendidikan siswa-siswa SMP Negeri 6 Banda Aceh. Kendala lain yang dihadapi guru yang lain adalah kurang tersedianya buku paket PAI di perpustakaan sekolah, sehingga siswa-siswi tidak dapat belajar dengan efektif dan efesien. Di samping itu, rasa bosan juga muncul karena guru hanya menerapkan satu metode saja pada saat proses belajar mengajar PAI di kelas berlangsung. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.14 dan 4.15. jadi hipotesis yang ketiga ini dapat diterima kebenarannya.




[1] Hasil Wawancara Penulis dengan Guru PAI, Nurdin dan Kasmiati, Tanggal 19 April 2010.

[2] Hasil Wawancara Penulis dengan Guru PAI, Khadijah, Tanggal 19 April 2010.

[3] Hasil Wawancara Penulis dengan Guru PAI, Khadijah, Tanggal 19 April 2010.
[4] Hasil Wawancara Penulis dengan Guru PAI, Khadijah, Tanggal 19 April 2010.

[5] Hasil Wawancara Penulis dengan Kepala Sekolah, Kasumi Sulaiman, Tanggal 19 April 2010.
[6] Hasil Wawancara Penulis dengan Guru PAI, Nurdin, Tanggal 19 April 2010.

[7] Hasil Wawancara Penulis dengan Kepala Sekolah, Kasumi Sulaiman, Tanggal 19 April 2010.skripsi belajar