ABSTRAK
Skripsi ini
berjudul “Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 6 Banda Aceh”.
Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana tingkat prestasi belajar
siswa, kendala yang dihadapi guru dalam meningkatkan prestasi belajar siswa dan
metode-metode yang ditempuh guru untuk meningkatkan prestasi belajar PAI siswa.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat prestasi belajar, kendala
yang dihadapi guru dalam meningkatkan prestasi belajar dan metode yang
dilakukan guru dalam meningkatkan prestasi belajar PAI siswa. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Library
Research (penelitian perpustakaan)
dan Field Research (penelitian lapangan) yang didukung dengan teknik
pengumpulan data dengan cara observasi dan wawancara dengan kepala sekolah dan
para guru. Di samping itu data juga dikumpulkan melalui penyebaran angket
kepada 35 orang siswa SMP Negeri 6 Banda Aceh. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa metode yang ditempuh oleh guru dalam meningkatkan prestasi belajar PAI di SMP Negeri 6 Banda Aceh adalah
dengan cara memanggil orang tua apabila prestasi siswa dalam belajar telah
menurun. Metode lain yang ditempuh yaitu pemberian nasehat baik secara individu
maupun kelompok bagi siswa yang prestasi belajarnya rendah, serta pemberian
hukuman bagi siswa yang tidak menyelesaikan tugasnya dengan baik. Penyebab
tidak meningkatnya prestasi belajar PAI siswa diakibatkan oleh penggunaan
metode mengajar yang tidak sesuai dengan keinginan siswa. Siswa lebih menyukai
metode tanya jawab, akan tetapi guru lebih menyukai metode ceramah. Kendala yang
dihadapi guru adalah kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan anaknya,
buku paket PAI di perpustakaan sekolah tidak mencukupi untuk seluruh siswa.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan suatu bangsa. Maju
mundurnya perkembangan suatu bangsa ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan
di Negara itu. Salah satu usaha untuk memajukan
pendidikan di suatu negara itu adalah dengan cara mendirikan dan mengembangkan
berbagai macam tingkat dan jenis sekolah.
Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan
formal yang bertujuan memberikan sejumlah pengetahuan dan bimbingan kepada
siswa sesuai dengan tujuan pendidikan. Pendidikan itu dapat dilakukan dengan
baik sebagaimana yang diharapkan jika ditunjang oleh berbagai faktor seperti
guru, sarana dan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar mengajar
terletak pada kegiatan guru dalam mendorong dan membimbing siswa dalam proses
belajar kearah pencapaian tujuan pendidikan.
Siswa dalam proses belajar mengajar akan
menghadapi berbagai macam persoalan baik yang datangnya dari individu itu
sendiri maupun dari lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Persoalan yang dihadapi tersebut
menjadi hambatan bagi siswa dalam meningkatkan hasil belajarnya bahkan siswa
tidak dapat melanjutkan
pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
Berkaitan dengan hal yang di atas guru
hendaknya memperhatikan semua masalah yang dihadapi siswa sehingga ia tidak
mengalami hambatan dalam proses belajar. Kebanyakan masalah yang dihadapi siswa
tidak begitu jelas sehingga para guru tidak mengetahui yang sebenarnya.
Akibatnya prestasi yang dicapai tersebut menurun. Bahkan ada juga siswa yang
mendapat prestasi rendah walaupun guru dan siswa itu sendiri telah berusaha
dengan sebaik mungkin untuk mencapai prestasi tinggi. Semua itu dapat disebabkan
oleh berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi
belajar seseorang, misalnya minat, bakat, tingkat intelegensi dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, apa bila pada
suatu sekolah terdapat siswa yang mengalami prestasi rendah, guru hendaknya
mengadakan pendekatan atau pembinaan dan janganlah siswa tersebut dibiarkan
begitu saja karena tugas seorang guru bukan hanya memberikan pengetahuan
(mengajar) sebagaimana yang dikatakan oleh bukhori dalam terjemah karya Witherington bahwa: “Tugas utama guru
bukanlah menerangkan hal-hal yang terdapat dalam buku-buku tetapi mendorong
memberikan inspirasi, memberikan motiv-motiv dan membimbing murid-murid dalam
usaha mencapai tujuan yang diinginkan”.[1]
Pendapat di atas dapat dipakai bahwa tugas seorang guru bukan hanya
mengajar, akan tetapi guru harus berusaha mengatasi masalah-masalah yang
dialami oleh para siswa, terutama bagi siswa yang berprestasi rendah.
Pendekatan atau pembinaan yang dilakukan guru tidak hanya pada siswa saja,
tetapi harus dilakukan juga terhadap orang lain serta badan-badan yang ada
hubungannya dengan siswa yang mengalami pretasi rendah tersebut. Kenyataannya
belum semua guru dapat melakukan pembinaan terhadap siswa-siswa yang mengalami
prestasi rendah baik guru yang mengajar di sekolah-sekolah yang berada di
perkotaan maupun sekolah-sekolah yang berada di pelosok-pelosok.
Pembinaan terhadap siswa berprestasi rendah
harus dilakukan oleh setiap guru di sekolah. Penulis ingin mengetahui apakah
pembinanan dan pendekatan tersebut telah benar-benar dilakukan dan usaha apa
saja yang telah dilakukan serta kendala-kendala dalam pelaksanaannya. Namun,
kepastian tersebut belum diketahui dengan jelas apabila tidak dilakukan suatu
penelitian secara cermat. Kenyataan
tersebut merupakan dorongan bagi penulis untuk mengadakan penelitian mengingat
manfaatnya besar sekali terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Jadi
dari fenomena di atas maka penulis sangat tertarik untuk mengkaji lebih
mendalam tentang Metode Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 6 Banda Aceh.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas,
maka masalah yang timbul dalam penelitian ini adalah:
1.
Metode apa saja yang digunakan oleh guru dalam pembinaan siswa yang berprestasi rendah pada SMP Negeri 6 Banda Aceh.
2.
Apa saja penyebab tidak
meningkatnya prestasi belajar siswa SMP Negeri 6 Banda Aceh terhadap PAI.
3.
Kendala apa saja yang dihadapi guru dalam melaksanakan Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada SMP Negeri 6 Banda Aceh.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang
menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
1.
Untuk mengetahui metode apa saja yang digunakan oleh guru dalam pembinaan siswa yang berprestasi
rendah pada SMP Negeri 6 Banda Aceh.
2.
Untuk mengetahui
penyebab tidak meningkatnya prestasi siswa terhadap pembelajaran PAI di SMP
Negeri 6 Banda Aceh.
3.
Untuk mengetahui kendala apa saja yang dihadapi guru dalam melaksanakan Metode Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam pada
SMP Negeri 6 Banda Aceh.
D. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari
kesalahpahaman dalam menafsirkan dalam menafsirkan judul skripsi ini, lebih
dahulu penulis menjelaskan istilah yang terdapatdi dalamnya. Adapun
istilah-istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut:
1.
Metode
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau jalan
yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah,maka metode menyangkut masalah
cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan.
2.
Pembelajaran
Pembelajaran adalah
suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material,
fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan
pembelajaran “.(Oemar Hamalik,1995:57)
3.
Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam adalah
pendidikan dengan menjadikan ajaran- ajaran agama (Islam) sebagai fokus
pembelajaran. Atau dengan ungkapan lain adalah sebagai sebuah upaya berupa
bimbingan dan asuhan terhadap anak didik dan mengarahkannya pada penghayatan
dan pengamalan ajaran dan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-hari.
Islam sebagai agama memiliki peranan penting dalam memberikan pedoman dan
petunjuk bagaimana seharusnya menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara
beradab. Dalam proses pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode, adalah hal
yang sangat penting dan sangat menentukan. Sebab, proses pembelajaran tidak
akan berjalan sesuai dengan yang diharapkan, tanpa didukung oleh penggunaan
metode yang baik. Metode yang baik, hemat penulis adalah metode yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi, sarana-prasarana, kurikulum, dan
sebagainya. Metode pembelajaran merupakan alat pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan secara umum. Jadi, penggunaan metode yang tepat, sangat
menentukan tercapai atau tidaknya tujuan mulia sebuah pendidikan. Metode
pembelajaran PAI ini lebih kepada pembinaan siswa yang berprestasi rendah.
E.
Postulat dan Hipotesis
“Postulat adalah perumusan teoritis yang
dijadikan bagi suatu penelitian ilmiah yang tidak dapat diragukan lagi
kebenarannya”.[2] Adapun
postulat (anggapan dasar) penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
“Metode yang dilakukan
oleh guru pendidikan agama Islam sangat berperan dalam meningkatkan prestasi
siswa terhadap pembalajaran agama Islam”.
Adapun “Hipotesis adalah
jawaban sementara terhadapa masalah penelitian yang kebenarannya harus diuji
secara empiris”.[3]
Dalam
hal ini hipotesis penulis adalah sebagai berikut:
1.
Metode yang dilakukan
guru pendidikan agama Islam untuk meningkatkan prestasi pada siswa dalam
pendidikan agama Islam belum maksimal.
2.
Penyebab tidak
meningkatnya prestasi siswa di SMP Negeri 6 Banda Aceh disebabkan karena
metode yang dipergunakan oleh guru dalam
pembelajaran PAI tidak sesuai dengan keinginan siswa.
3.
Guru pendidikan
menghadapi banyak kendala dalam meningkatkan prestasi belajar PAI siswa di SMP
Negeri 6 Banda Aceh.
[1]
Witherington, H.C, Psikologi Pendidikan
(Alih Bahasa Bukhori) (Jakarta: Aksara Baru, 1987), hal. 77.
[2]
Winarno Surachmat, Pengantar
Penelitian Pendidikan (Bandung: Tarsito, 1990), hal. 38.
[3]
Kounjaraningrat, Metode-Metode
Penelitian Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 1997), hal. 113.
BAB II
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A.
Pengertian Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Poerwadarminta
menjelaskan bahwa “metode adalah cara, jalan, teknik”.[1]
Berdasarkan pengartian tersebut dapat dikatakan bahwa metode adalah cara atau
jalan yang dilakukan oleh seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam
melakukan pembinaan terhadap siswa, seorang guru perlu memperhatikan metode
atau cara yang tepat, agar yang diharapkan tercapai. Sementara ditanya apakah belajar itu, jawaban yang diterima tentu tidak sama dan bermacam-macam
antra individu dengan individu lainnya, perbedaan jawaban itu disebabkan adanya
sudut pandang yang berbeda. Usaha pemahaman mengenai makna belajar ini akan
diawali dengan mengemukakan beberapa definisi tentang belajar. Belajara adalah “suatu
proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu proses tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri
dalam interaksi dengan lingkungan”.[2]
Adapun belajar menurut Natawijaya yaitu :
“Belajar dalam arti luas adalah suatu proses perubahan
tingkah laku yang dinyatakan dalam bentuk pengusaan dan penilaian terhadap
sikap dan nilai-nilai, pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam
berbagai bidang atau berbagai aspek kehidupan. Proses
berarti terjadi interaksi antara individu dengan suatu sikap, nilai atau
kebiasaan, pengetahuan dan keterampilan dalam hubungannya dengan dunianya
sehingga ia berubah.”[3]
Pendapat
Natawijaya di atas dipertegas oleh Sardiman yaitu:
“Belajar berarti usaha merubah tingkah laku.
Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar.
Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi
juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat,
watak dan penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut perubahan segala aspek organism
yang tingkah laku pribadi seseorang”.[4]
Di
samping definisi tersebut, ada beberapa pengertian lain yang cukup banyak, baik
dilihat secara mikro maupun secara makro. Dalam pengertian makro, belajar dapat
diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju keperkembangan pribadi seutuhnya.
Kemudian dalam arti mikro, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi
ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya
kepribadian seutuhnya. Winkel mengemukakan “ Belajar adalah suatu
proses mental yang mengarah kepada penguasaan pengetahuan, kecakapan/skill,
kebiasaan atau sikap yang semuanya diperoleh, disimpan dan dilaksanakan
sehingga menimbulkan tingkah laku yang progresif dan adaptif ”.[5] Dengan demikian,
pertumbuhan-pertumbuhan tingkah laku atau akibat pertumbuhan fisik atau
kematangan, kelelahan, penyakit atau pengaruh obat-obatan adalah tidak termasuk
sebagi belajar.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa belajar
adalah mempelajari sesuatu yang belum diketahui untuk memperoleh kecakapan,
baik sikap, ingatan, berfikir, keterampilan dan memiliki pengetahuan secara
mendalam terhadap apa yang dipelajari, sehingga dapat membawa perubahan baru
pada dirinya yang bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Sementara pendidikan
agama Islam adalah “penetaan individu dan sosial yang dapat menyebabkan
seseorang tunduk taat pada Islam dan menerapkannya secara sempurna di dalam
kehidupan individu dan masyarakat”.[6]
B.
Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Secara garis besar, ajaran Islam mengandung tiga
ajaran pokok, yaitu aspek keyakinan, aspek ritual dan aspek prilaku. Aspek
ajaran Islam yang berkaitan dengan keyakinan disebut akidah, aspek yang
berkaitan dengan ritual atau hukum disebut syari’ah dan aspek yang berkaitan
dengan prilaku disebut akhlak.[7]
Kerangka dasar ajaran Islam tersebut merupakan rangkaian yang tidak bisa
dipisahkan antara satu aspek yang lain. Ketiganya saling berhubungan dalam
membimbing manusia ke jalan yang benar sesuai dengan tujuan agama islam.
Untuk mempelajari ketiga aspek dasar tersebut, maka
selayaknya ketiga hal tersebut di atas diajarkan dalam bentuk materi:
1.
Akidah
Akidah menurut arti bahasa berarti ikatan, atau suatu yang
mengikat. Seseorang diikat oleh sesuatu yang paling mendasar darinya yang
memberikan dampak kepada seluruh aspek kehidupannya. Sesuatu yang mengikat
secara mendasar itu berupa keyakinan. Bagian yang paling mendasar dalam agama
adalah keimanan.[8]
Lawan dari tauhid adalah
syirik, yaitu mentuhankan yang lain selain Allah atau mengakui tuhan yang lain
di samping mentuhankan Allah, sedangkan orang yang bertuhankan selain Allah itu disebut musyrik.
Implikasi dari syahadat bagi
seorang Muslim adalah taat dan tunduk hanya kepada Allah, tidak kepada
selain-Nya. Ini berarti seorang Muslim tidak taat dan tunduk kepada selain
Allah atau aturan-aturan yang bertentangan dengan hukum Allah. Sesungguhnya ia
harus tunduk dan taat kepada Allah dan kepada aturan-aturan yang tidak
bertentangan dengan aturan-aturan Allah.
Ilmu yang mempelajari
tentang aqidah disebut ilmu kalam dan ruang lingkup pembahasan ilmu ini adalah:
a. Hal-hal yang berkaitan
dengan Allah Swt, di antaranya masalah takdir.
b. Hal-hal yang berkaitan dengan utusan Allah sebagai penghubung
antara manusia dengan Allah, ialah malaikat, Rasul dan kitab-kitab suci.
Ilmu tauhid berkaitan dengan
kehidupan yang akan datang. Pembahasan yang ditonjolkan di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Dinamakan ilmu tauhid oleh karena pokok bahasannya dititikberatkan
pada keesaan Allah Swt.
b. Dinamakan ilmu ushuluddin karena pokok bahasan utamanya
dasar-dasar agama yang merupakan masalah esensi dalam Islam.
c. Dinamakan ilmu kalam karena
bahasan utamanya tentang keberadaan Tuhan dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan-Nya dengan menggunakan argumentasi filofosif dan logika.[11]
Sebagai suatu ilmu, tahuhid
dibagi menjadi:
a. Tauhid rububiyah, yaitu kepercayaan orang-orang Muslim
bahwa alam semesta dan seisinya ini diciptakan oleh Allah Swt serta senantiasa
diawasi dan dipelihara oleh-Nya.
b. Tauhid uluhiyah atau ubudiyah yaitu tekad orang-orang
Muslim dalam meniatkan ibadah, pujian dan amal perbuatannya semata-mata guna
mengabdi kepada Allah Swt, sebagaimana terucap dalam doa iftitah ketika shalat
sedang dikerjakan Yaitu “sesungguhnya
shalatku. ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah pemelihara semesta
alam”.
c. Tauhid sifat, yaitu pemahaman penghayatan orang-orang Muslim
terhadap sifat-sifat Allah.
d. Tauhid qauli dan amali, yaitu tidak hanya diyakini
dalam hati, melainkan juga harus diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan
amal perbuatan.[12]
2.
Syari’ah
Syari’ah adalah
aturan atau hukum yang mengatur hubungan manusia denganAllah Swt, manusia
dengan manusia dan manusia dengan alam. Syari'at Islam adalah hukum-hukum
Allah yang tersirat dan tersurat dalam al-Qur'an
dan sunnah.[13]
Syari’at Islam yang sudah dikodifikasi secara sistematik dan mudali
dipahami disebut fiqh. Syari’at Islam bersifat global dan berlaku universal, sedangkan fiqih
bersifat khusus dan temporal, karena itu syari’at Islam
secara umum akan tetap abadi. sedangkan fiqh yang sifatnya khusus dapat berubah
dari masa ke masa berdasarkan kebutuhan umat Islam terhadap detil-detil aturan
syari’at Islam, sesuai dengan lingkungan sosial dan budaya manusia itu
sendiri.
3.
Akhlak
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Bersabda Rasulullah
Saw: "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia." (H.R. Al-Baihaqi).[15]
Berdasarkan hadis ini, guru agama memberikan pedoman cara-cara
bergaul yang baik terhadap anak didik, yang sesuai menurut ajaran Islam. Pada
dasarnya materi akhlak ini merupakan materi yang sangat penting dalam pembinaan
moral siswa. Dengan demikian, ajaran Islam menganjurkan umatnya agar
berperilaku baik sesuai dengan etika pergaulan dan sopan santun.
Akhlak dapat dididikkan atau
diteruskan melalui sekurang-kurangnya dua pendekatan, yaitu:
a. Rangsangan-jawaban (stimulus-respon) atau yang disebut proses
mengkondisikan sesuatu sehingga terjadi automatisasi dan dapat dilakukan dengan
cara: 1) Melalui latihan, 2) Melalui tanya jawab, 3) Melalui mencontoh.
b. Kognitif yaitu penyampaian informasi secara teoritis
dilakukan dengan cara: 1) Melalui dakwah, 2) Melalui ceramah, 3) Melalui
diskusi.[16]
Berdasarkan penjelasan di
atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan stimulus respon dan pendekatan kognitif merupakan sebagian dari banyaknya
metode yang dapat
dilakukan agar pendidikan akhlak dapat diserap oleh siswa dan kelak dapat menjadi generasi penerus
yang kuat baik dalam melakukan tugas keduniawian dan tugas akhiratnya.
C.
Prinsip-prinsip Belajar
Seseorang dalam mengajarkan dan melakukan sesuatu
pekerjaan harus mempunyai prinsip-prinsip tertentu guna memiliki pedoman yang
lebih baik dalam pencapaian tujuan. Demikian juga halnya dengan belajar, pada
siswa perlu mengetahui prinsip-prinsip belajar dengan tujuan memiliki pedoman
belajar yang lebih efektif dan efesien. Hamalik telah merumuskan beberapa
prinsip belajar sebagai berikut:
1.
Belajar adalah suatu proses aktif
dimana terjadi hubungan saling mempengaruhi secara dinamis antara siswa dan
lingkungan.
2.
Belajar senantiasa harus bertujuan,
terarah dan jelas bagi siswa. Tujuan akan menuntutnya dalam belajar untuk
mencapai harapan-harapannya.
3.
Belajar yang paling efektif apabila
didasari oleh dorongan motivasi yang murni dan bersumber dari dalam dirinya
sendiri.
4.
Senantiasa ada rintangan dan
hambatan dalam belajar; karena itu siswa harus sanggup mengatasinya secara
tepat.
5.
Belajar memerlukan bimbingan.
Bimbingan itu baik dari guru/ dosen atau tuntutan dari buku pelajaran itu
sendiri.
6.
Jenis belajar yang paling utama
adalah belajar untuk berfikir kritis, lebih baik dari apa pembentukan
kebiasaan-kebiasaan mekanis.
7.
Cara belajar yang paling efektif
adalah dalam bentuk pemecahan masalah melalui kerja kelompok asalkan
masalah-masalah tersebut telahg disadari bersama.
8.
Belajar memerlukan pemahaman atas
hal-hal yang dipelajari sehingga diperoleh pengertian-pengertian.
9.
Belajar memerlukan latihan dan
ulangan agar apa-apa yang telah dipelajari dapat dikuasai.
10.
Belajar harus disertai keinginan dan
kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan/ hasil.
11.
Belajar dinggap berhasil apabila si
pelajar telah sanggup mentransferkan atau menerapkannya ke dalam bidang praktek
sehari-hari.[17]
Berdasarkan kutipan di
atas, belajar merupakan suatu proses yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu.
Dalam mencapai tujuan-tujuan ini harus didasari dorongan-dorongan serta
keinginan atau kemauan yang kuat. Selanjutnya Soejanto mengemukakan
prinsip-prinsip belajar sebagai berikut:
1.
Belajar harus dengan rencana yang
teratur
2.
Belajar harus disiplin diri
3.
Belajar harus dengan minat
4.
Belajr harus dengan pengertian
5.
Beljar harus diselingi dengan
rekreasi sederhana yang bermanfaat
6.
Belajar harus dengan tujuan yang
jelas.[18]
Kutipan di atas
menunjukkan bahwa proses belajar harus dimulai dengan rencana yang teratur,
dalam pelaksanaannya harus disiplin dan diselingi dengan rekreasi yang
bermanfaaat. Di samping itu belajar juga harus mempunyai tujuan yang jelas.
Agar dapat memperoleh hasil belajar yang memuaskan, harus dimulai dengan
rencana yang baik dan teratur, baik perhitungan yang menyangkut dengan
pembagian waktu, tenaga maupun bahan yang dipelajari, semuanya perlu
diperhitungkan guna mendapatkan efesiensi dalam belajar.
Belajar seseorang juga
akan berhasil apa bila dilaksanakan dengan disiplin. Di sini letak kenci
kesuksesan sebab dengan disiplin para siswa akan berkemauan untuk belajar
secara teratur dan para siswa akan memiliki kecakapan mengenai belajar yang
baik dalam pembentukan watak yang matang.
Siswa dalam proses
belajar akan terombang-ambing apabila tidak mengetahui tujuannya terlebih
dahulu. Dengan mengetahui tujuannya siswa akan terangsang dan lebih yakin dalam
mempelajari materi pelajaran.
D.
Faktor-faktor yang Mendorong Prestasi Belajar Siswa
Tidak semua siswa dalam
proses belajar mengajar akan memperoleh prestasi yang baik sebagaimana yang
diharapkan sebelumnya, walaupun kegiatan belajar yang dilakukan pada waktu yang
seragam dan bersamaan. Banyak siswa yang mampu memperoleh prestasi yang gemilang
dan banyak juga siswa yang masih mempunyai prestasi yang kurang menguntungkan.
Hal tersebut disebabkan banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses belajar
mengajar seseorang. Dalam hal itu ada dua faktor yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar siswa sebagaimana yang dikatakan Slameto bahwa:
“Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar banyak
jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja yaitu faktor
intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri
individu yyang sedang belajar, sedangkan
faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu”.[19]
Faktor intern dan faktor
ekstern, keduanya saling mempengaruhi dan sama-sama memberi pengaruh terhadap
kegiatan belajar seseorang. Oleh karena itu, seseorang yang ingin belajar agar
dapat mencapai hasil dengan baik, kedua faktor tersebur perlu dijaga, diatur
dan dipelihara dengan baik agar benar-benar memberi pengaruh positif bagi
keberhasilan belajar siswa.
Untuk lebih jelas
diuraikan secara terperinci kedua faktor tersebut.
1.
Faktor Intern
Yang dimaksud dengan
faktor intern adalah semua faktor yang berasal atau bersumber dari diri siswa
yang sedang belajar. Menurut Slameto bahwa “faktor intern dibagi tiga faktor
yaitu, faktor jasmani, faktor psikologi dan faktor kelelahan”.[20]
a.
Faktor jasmani
Seorang siswa untuk
dapat belajar dengan baik harus memiliki jasmani yang sehat. Tanpa jasmani yang
sehat, betapapun cerdas dan rajinnya seseorang siswa pasti mendapat hambatan
dan kesukaran-kesukaran dalam belajarnya. Keadaan fisik yang lemah merupakan
pengahalang yang sangat besar untuk dapat memperoleh prestasi tinggi. Hal ini
sesuai dengan pendapat Hamalik bahwa:
“Badan yang sering sakit-sakitan, kurang tenaga, kurang
vitamin, merupakan faktor yang bisa menghambat kemajuan studi seseorang. Adanya
gangguan emosional, rasa tak senang, khawatir, mudah tersinggung, sikap
agresif, gangguan-gangguan dalam proses berfikir, semuanya menjadikan kegiatan
belajar terganggu. Faktor kesehatan jasmani dan rohani turut menentukan apakah studi
kita akan lancar atau tidak. Hendaknya diusahakan agar kesehatan ini terus
diperhatikan”.[21]
Berdasarkan kutipan tersebut faktor jasmani dan rohani sangat
berpengaruh terhadap tingginya prestasi belajar yang diperoleh siswa. Untuk itu
faktor ini harus diperhatikan dan perlu dijaga guna memperlancar proses
belajar-mengajar dan selalu mendapat prestasi yang tinggi.
b.
Faktor Psikologi
Yang termasuk dalam
faktor psikologi antara lain; bakat, minat, motivasi, intelegensi dan kemampuan
dasar. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi prestasi belajar yang ingin dicapai
oleh para siswa.
1)
Bakat
Bakat adalah salah satu
aspek potensi yang ada pada diri seseorang yang merupakan suatu keadaan atau
ciri-ciri khas yang dapat mempengaruhi seseorang siswa dalam kemampuannya bila
dibandingakan dengan siswa yang lain.
Bakat dapat mempengaruhi
proses belajar seseorang. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai
dengan bakatnya, hasil belajarnya akan lebih baik karena ia akan senang dan
terangsang untuk mempelajarinya. Jadi, dalam upaya membangkitkan prestasi
belajar siswa, seorang guru harus mengetahui bakat seorang siswa, seorang guru
harus mengetahui bakat para siswa dan dapat menempatkan siswa tersebut dalam
belajar di sekolah sesuai dengan bakatnya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Slameto bahwa “jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan
bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan
pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajar itu”.[22]
2)
Minat
Faktor minat harus
selalu diperhatikan agar tercapai keberhasilan dalam proses belajar. Minat
seseorang siswa terhadap apa yang dipelajari merupakan salah satu faktor yang
memungkinkan siswa tersebut untuk lebih berkosentrasi dalam belajarnya.
Soejanto mengatakan bahwa; “belajar, akan lebih berhasil, bila bahan yang
dipelajari menarik perhatian anak. Oleh karena itu bahan harus dipilih sesuai dengan minat anak”.[23]
Dengan demikian minat merupakan faktor yang sangat menentukan sukses tidaknya
siswa dalam belajar.
Setiap siswa hendaknya
mempunyai minat terhadap pelajaran yang sedang dipelajarinya. Kurangnya minat
dapat menyebabkan prestasi yang diperolahnya menurun. Jadi dengan demikian
dapat dikatakan bahwa minat sangat terpengaruh bagi seseorang siswa dalam
meningkatkan prestasi belajarnya.
3)
Intelegensi
Intelegensi merupakan
salah satu istilah yang sering ditemui dalam kegiatan pendidikan. Adapun yang
dimaksud dengan intelegensi adalah “kesanggupan jiwa untuk menyesuaikan diri
dengan cepat dan tepat dalam suatu situasi yang baru”.[24]
Berdasarkan kutipan di
atas, maka dapat dikatakan intelgensi adalah suatu kekuatan yang ada dalam jiwa
seseorang yang dapat bergerak serta menyesuaikan diri dengan keadaan yang
sedang berlangsung.
Intelegensi memegang
peranan penting bagi kehidupan seseorang siswa, terutama terhadap para siswa
yang sedang belajar di sekolah. Siswa yang memiliki intelegensi tinggi
kemungkinan akan berkembang besar sekali, sebab siswa itu sendiri mempunyai
kesanggupan untuk berkreasi dalam kehidupan belajarnya. Dengan demikian setiap
persoalan yang dihadapinya dalam proses belajar-mengajar maupun di luar proses
belajarnya dapat diselesaikannya dengan cepat dan tepat tanpa bantuan orang
lain.
Intelegensi yang baik
dapat juga mendorong siswa untuk lebih giat dan berperan dalam belajar sampai
mencapai titik keberhasilan yang menjadi tujuan setiap siswa. Namun, tidak
berarti bahwa siswa yang mempunyai tingkat intelegensi tinggi akan lebih
berhasil dari pada siswa yang mempunyai intelegensi rendah. Hal ini disebabkan
banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa itu sendiri.
Perlu diingat bahwa
intelegensi siswa berlainan kadarnya, ada yang tinggi, ada yang sedang dan ada
pula yang rendah. Dengan adanya perbadaan inilah tingkat kemampuan dalam
belajar berbeda pula.
4)
Kemampuan Dasar
Pengetahuan dasar
merupakan pengetahuan yang telah diperolah siswa pada sekolah lain sebelumnya.
Seseorang siswa yang melanjutkan studi ke sekolah menengah, setidak-tidaknya
telah memiliki pengetahuan dasar yang telah dimilikinya itu akan menentukan
keberhasilannya di sekolah selanjutnya. Kemampuan dasar yang tinggi kemungkinan
para siswa akan lebih tinggi prestasinya dan sebaliknya apabila kemampuan dasar
rendah kemungkinan prestai yang dicapainya rendah pula. Hal ini sebagaimana
yang dikatakan Surya bahwa: “kemampuan
dasar merupakan wadah bagi kemungkinan tercapai hasil belajar. Jika kemampuan
itu rendah, maka hasil yang dicapainya rendah pula”.[25]
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kemampuan dasar yang dimiliki oleh para siswa juga sangat berpengaruh
terhadap prestasi yang dicapainya.
5)
Motivasi
Motivasi merupakan suatu
dorongan yang menyebabkan seseorang siswa melakukan kegiatan belajarnya.
Menurut Sardiman bahwa:
“Motivasi dibagi dua macam yaitu
motivasi interinsik dan motivasi eksterinsik. Motivasi interinsik adalah
motiv-motiv yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirancang dari
luar, karena dalam diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Sebagai contoh seseorang yang senang membaca, tidak usah ada yang menyuruh, ia
akan rajin mencari buku-buku untuk dibaca. Sedangkan motivasi eksterinsik
adalah motiv-motiv yang aktif dan fungsinya ada perangsang dari luar. Sebagai
contoh seseorang itu belajar, karena esok pagi ada ujian dengan harapan
mendapat nilai baik, sehingga akan mendapatkan pujian dari teman”.[26]
Berdasarkan pernyataan
di atas, dapat di simpulkan bahwa motivasi adalah faktor yang dapat
mempengaruhi seseorang dalam belajar. Dengan adanya dorongan seseorang akan
lebih giat dalam melaksanakan segala aktivitasnya terutama dalam belajar. Tanpa
adanya dorongan dengan sendirinya semangat untuk belajar akan berkurang dan
memperoleh hasil yang kurang memuaskan.
Jadi, motivasi merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi tinggi
rendahnya prestasi belajar yang diperoleh seseorang siswa dalam belajar.
6)
Faktor kelelahan
Kelelahan dapat dibagi
kepada dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani. Kelelahan
jasmani dapat terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan
untuk beristirahat, sedangkan kelelahan rohani dapat ditandai dengan adanya
kelesuan dan kebosanan terhadap sesuatu kegiatan. Kelelahan ini sangat terasa
pada bagian kepala karena pusing sehingga para siswa sulit berkonsentrasi
dengan baik. Slameto mengatakan bahwa :
“Kelelahan baik secara jasmani
maupun rohani dapat dihilangkan dengan cara sebagai berikut; tidur, istirahat,
menggunakan variasi dalam belajar, menggunakan obat-obat yang bersifat
melancarkan peredaran darah, misalnya obat gosok, rekreasi yang teratur, olah
raga secara teratur, dan mengimbangi makanan dengan makanan yang memenuhi empat
sehat lima sempurna. Jika kelelahan sangat serius cepat-cepat menghubungi
dokter, psikiater, konselor dan lain-lain”.[27]
Berpedoman kepada
pendapat diatas, dapatlah disimpulkan bahwa kelelahan dapat menghambat
seseorang siswa dalam belajar, bahkan kelelahan serius memungkinkan para siswa
tidak dapat mengkonsentrasikan pikirannya untuk belajar sehingga prestasi
belajar yang dicapainya akan turun.
2.
Faktor Ekstern
Menurut Slameto “faktor ekstern
yang mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain; faktor keluarga, faktor
sekolah dan masyarakat”.[28]
a.
Faktor keluarga
Lingkungan keluarga
merupakan tempat yang pertama sekali dijumpai anak ketika ia lahir. Disinilah
anak belajar segala sesuatu yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangannya.
Keluarga merupakan dasar yang menentukan bagi pembentukan mental si anak.
Kebiasaan-kebiasaan yang didapatinya didalam keluarga mempunyai pengaruh bagi
kemajuan belajarnya kelak.
Adapun faktor-faktor
turut mempengaruhi prestasi siswa yang dibicarakan di dalam lingkungan keluarga
antara lain:
1)
Suasana keluarga
Suasana keluarga dapat
memberi kesan bagi proses belajar siswa di sekolah, apabila suasana keluarga
kacau atau sering ribut-ribut akan memberi kesan yang tidak menguntungkan bagi
proses belajar siswa. Suasana yang demikian akan menjadi penghambat para siswa
dalam kegiatan belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Soejanto, bahwa:
“keadaan keluarga yang pecah akan menjadi penghambat dalam belajar”.[29]
Berdasarkan kutipan di
atas, dapat dikatakan bahwa keharmonisan dalam keluarga sangat diperlukan demi
keberhasilan siswa. Sebab apabila keluarga selalu kacau dapat menjadi gangguan
mental bagi siswa, mengakibatkan dia akan malas belajar dan akhirnya prestasi
akan menurun.
2)
Keadaan ekonomi keluarga
Pengaruh keuangan bagi
proses belajar siswa penting pula artinya. Hal ini berpengaruh kepada perasaan,
waktu yang sering terganggu dan perlengkapan pelajaran yang dibutuhkan.
Siswa dalam keluarga
miskin sering membantu orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari. Sepulangnya siswa dari sekolah bahkan sampai jauh malam siswa
harus melaksanakan tugas-tugas yang sebenarnya tanggung jawab orang tua. Hal
ini menyebabkan siswa kurang mempunyai waktu untuk mempelajari kembali
pelajarannya yang telah diberikan guru di sekolah. Keadaan yang demikian,
selain menyebabkan rendahnya prestasi yang dicapai dalam proses belajarnya
dapat pula mempengaruhi perasaan siswa. Siswa senantiasa membandingkan dengan
keadaan teman-temannya yang lain. Akhirnya timbullah bermacam perasaan yang
dapat menghambat kemajuan belajarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Soejanto, bahwa “...kemungkinan atau karena terlalu besarnya
jumlah keluarga sering pula menyebabkan kita sulir untuk mendapatkan kesempatan
belajar dengan baik. Mungkin karena faktor waktu, waktor tempat maupun faktor
penerangan”.[30]
Berdasar kutipan di
atas, faktor keadaan ekonomi keluarga berpengaruh terhadap kemajuan belajar
siswa. Karena dengan kemiskinan, kebutuhan-kebutuhan atau fasilitas-fasilitas
belajar yang dibutuhkan siswa kurang terpenuhi, misalnya tidak mempunyai biaya
untuk membeli buku-buku, alat-alat tulis yang lengkap, biaya-biaya untuk
mengikuti les atau kursus tambahan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. Keadaan
semacam ini dapat menghambat siswa untuk memperoleh prestasi yang tinggi.
b.
Faktor sekolah
Termasuk kedalam faktor sekolah bermacam-macam
masalah yang tidak menguntungkan atau yang dapat menghambat prestasi yang akan
dicapai siswa. Adapun faktor-faktor yang termasuk kedalam lingkungan sekolah
yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam belajar antar lain:
1)
Guru
Berhubungan dengan
prestasi rendah yang dialami siswa kemungkinan sekali guru melakukan
kesalahan-kesalahan, baik disadari maupun yang tidak disadari. Kesalahan
tersebut meliputi masalah penggunaan metode mengajar yang kurang tepat, kurang
mengusai bahan atau materi yang akan diajarkan, tidak menyiapkan persiapan
mengajar, menggunakan suara terlalu keras, sering membentak-bentak siswa dan
lain-lain sebagainya.
Kelemahan-kelemahan yang
terdapat pada guru seperti tersebut di atas sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan siswa dalam belajar. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukan
oleh Djumhur, dkk. sebagai berikut:
“Guru merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi berhasil tidaknya prsoses belajar. Oleh karena itu guru harus
menguasai prinsip-prinsip belajar, di samping menguasai materi yang akan diajarkan. Atau dengan kata
lain; guru harus mampu menciptakan suatu situasi dan kondisi belajar yang
sebaik-baiknya”.[31]
Berkenaan dengan uraian
di atas, guru merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
siswa dalam belajar karena dengan adanya guru yang baik kemungkinan siswa dapat
memperoleh prestasi yang lebih tinggi sebagaiman yang diharapkan.
2)
Gedung Sekolah
Adapun yang dimaksud
dengan gedung sekolah terutama mengenai letak gedung sekolah tersebut yang
tidak sesuai dengan persyaratan. Sekolah yang terletak di sekitar tempat yang
ramai dapat menganggu perhatian siswa sewaktu belajar. Perhatiannya akan
beralih kepada hal-hal yang berada di luar sekolah. Demikian pula kebersihan
dan keindahan sekolah, halaman dan ruang kelas kadang-kadang tidak merangsang
siswa untuk belajar. Selain itu, kesegaran siswa untuk belajar tidak ada,
apalagi ruang kelas terlalu sempit dan sinar kurang cukup masuk kedalam ruangan
belajar tersebut.
Ruang belajar terlalu
sempit dengan jumlah siswa yang terlalu
banyak juga menjadi hambatan bagi para siswa dalam belajar. Rohani, dkk.
mengatakan bahwa “ruang kelas yang kecil dibandingkan dengan jumlah peserta
didik dan kebutuhan peserta didik untuk bergerak dalam kelas merupakan hanbatan
lain bagi pengelolaan”.[32]
Keadaan-keadaan seperti
tersebut di atas, perlu diperhatikan oleh pimpinan sekolah dan dewan guru untuk
menghindari prestasi belajar siswa yang rendah.
3)
Disiplin sekolah
Disiplin sekolah perlu
dilaksanakan dan dijalan dengan baik karena mungkin telah terbiasa dengan
keadaan-keadaan yang tidak berdisiplin diluar sekolah, terutama dengan
teman-temannya. Kebiasaan-kebiasaan ini akan terbawa ke lingkungan sekolah.
Apabila pelaksanaan
disiplin sekolah kurang baik,
siswa-siswi senantiasa melakukan tindakan-tindakan melanggar disiplin sekolah
yang dapat mengahmbat kemajuanan belajarnya. Misalnya; para siswa sering
terlambat ke sekolah, sering tidak membawa alat pelajarannya, tugas yang
diberikan disekolah sering tidak dikerjakan, dan sering mengganggu ketertiban
sekolah. Dengan tindakan-tindakan yang demikian kemungkinan para siswa akan
kurang sukses dalam belajar. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Soejanto
bahwa “disiplin adalah kunci sukses. Sebab dengan disiplin, orang akan
berkeyakinan bahwa disiplin akan membawa manfaat yang dibuktikan dengan
tindakan disiplinnya sendiri”.[33]
Berdasarkan uraian di
atas, disiplin sekolah dapat mempengaruhi seseorang siswa yang sedang belajar.
Karena itu setiap sekolah mempunyai disiplin atau tata tertib tertentu harus
dipatuhi para siswa.
c.
Faktor masyarakat
Sebagaimana diketahui
bahwa masyarakat juga bertanggung jawab terhadap pendidikan. Dalam hal ini
dimaksudkan agar masyarakat sekurang-kurangnya dapat memperkenalkan atau
memberi contoh teladan yang baik bagi para siswa. Akan tetapi apakah tanggung
jawab ini dapat terpenuhi atau tidak? Hal ini tidak dapat dipastikan, sebab
sangat banyak pengaruh-pengaruh yang tidak baik yang timbul dari kalangan
masyarakat itu sendiri. Adapun pengaruh-pengaruh yang tidak baik tersebut dapat
timbul dari hal-hal antara lain:
1)
Media massa
Termasuk dalam hal ini
bioskop, radio, televisi, surat kabar, majalah-majalah, buku-buku porno, buku
komik, dan semacamnya yang banyak sekali terdapat disekeliling siswa. Isi dari
hal-hal tersebut di atas apabila kurang baik sangat besar pengaruhnya terhadap
kemajuan studi siswa.
Siswa mulai malas
belajar, sukar dibimbing, dan prestasi belajarnya mulai dari menurun. Dalam hal
ini sangat dibutuhkan pengawasan yang ketat dan bijaksana dari para pendidik
dan orang tua serta masyarakat.
2)
Teman-teman bergaul
Teman-teman bergaul yang
tidak dapat dikontrol, dapat berpengaruh tidak baik terhadap siswa.
Pengaruh-pengaruh tersebut lebih cepat meresap dalam jiwa siswa. Kadang-kadang
orang tua secara tiba-tiba dikejutkan oleh tingkah anaknya yang diluar dugaan,
misalnya; anak-anak sudah mulai membaca buku-buku porno, menyimpan
gambar-gambar bintang film yang seksi, merokok, atau anak gadisnya sudah mulai
berdandan berlebih-lebihan, meniru gaya bintang film. Mereka mulai sibuk dengan
kegiatan-kegiatan seperti yang tersebut
di atas, lalai terhadap tugasnya di sekolah.
3)
Kegiatan-kegiatan dalam
masyarakat
Kegitan-kegiatan dalam
masyarakat seperti tugas-tugas dalam organisai/ usaha-usaha sosial memberi
pengalam yang bermanfaat bagi para siswa sebagai persiapan kehidupan kelak
didalam masyarakat. Kegiatan-kegiatan semacam ini kalau berlebih-lebihan akan
mengganggu tugas-tugas yang diberikan guru di sekolah dan akan menghambat
kemajuan belajar dan akhirnya prestasi yang dicapai menjadi rendah.
Kegiatan-kegiatan lain seperti olah raga (renang, badminton, tenis dan
sebagainya), belajar mancari, kursus-kursus kecantikan, akan mengganggu
kegiatan belajar siswa jika waktunya tidak diatur secara tepat. Tugas orang tua
dan masyarakat dalam hal ini sangat dibutuhkan agar para siswa dapat membagi
waktu untuk kegiatan-kegiatan yang diluar kepentingan sekolah. Yang paling
penting dijaga adalah kegiatan-kegiatan yang dikerjakan siswa tidak menyimpang
dari norma-norma yang berlaku serta yang tidak membawa ke hal-hal yang bersifat
negatif. Oleh karena itu, faktor keluarga, pendidikan di sekolah, dan
masyarakat harus saling berhubungan dalam mengontrol siswa. Surachman
mengatakan bahwa:
“Keluarga saja tanpa memperhitungkan masyarakat dan
sekolah atau hanya keluarga dan sekolah saja tanpa memperhitungkan masyarakat
adalah tidak mungkin. Keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan pusat
pendidikan. Apa yang diterima anak dalam keluarga dan sekolah dicobakan anak
dalam masyarakat”.[34]
Berdasarkan uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan pedidikan yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan anak di
sekolah. Namun, peran siswa yang menyangkut kesiapan belajar juga sangat
menentukan keberhasilan pendidikan, sebab bagaimanapun lengkapnya fasilitas
belajar, jika tidak didukung oleh persiapan-persiapan belajar, mustahil
memperoleh hasil sebagaimana yang diharapkan. Lebih tegas dapat dikatakan bahwa
peranan siswa tidak terlepas dari usaha meningkatkan mutu pendidikan.
Demikianlah beberpa
faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa di sekolah, dan faktor
tersebut saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu, perlu
dijaga agar faktor-faktor tersebut dapat membawa dampak positif bagi
kepentingan prestasi belajar anak sehingga mutu pendidikan dapat tercapai
sebagaimana yang diharapkan.
E.
Metode Pembelajaran PAI (Pendidikan Agama Islam)
Dalam seluruh kegiatan mengajar, metode memegang peranan penting.
Tanpa metode mengajar yang tepat, seluruh hasil dan proses belajar mengajar
akan sia-sia belaka. Oleh karena itu guru berkewajiban untuk memilih dan
mempergunakan metode mengajar yang tepat. Metode merupakan jalan yang harus
dilalui dalam melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan. Metode mengajar itu
terutama menyangkut cara-cara penyajian suatu bahan pelajaran pada suatu situasi tertentu. Dalam
hal ini Jusuf Djajadisistra mengatakan: “Mengajarkan suatu bahan
pelajaran dengan baik meminta dari guru suatu usaha yang memerlukan
pengorganisasian yang matang dari semua komponen dalam situasi mengajar,
komponen-komponen itu antara lain tujuan, materi, metode, perlengkapan
pelajaran dan evaluasi”.[35]
Uraian di atas menjelaskan bahwa metode merupakan salah satu
komponen dari pengajaran yang tidak dapat diabaikan. Baik buruknya hasil
pelajaran yang diperoleh siswa setelah terjadi proses belajar-mengajar, sangat
tergantung pada metode yang digunakan dalam pengajaran tersebut. Oleh karena
itu setiap guru yang akan melaksanakan proses belajar mengajar, terlebih dahulu
menerapkan metode apa yang sesuai dengan suatu pokok bahasan tertentu. Setelah
menerapkan pokok bahasan yang disajikan, barulah dapat diketahui metode yang
sesuai dengan bahan yang disajikan.
Landasan yang dipakai dalam menerapkan metode pembelajaran PAI
adalah ayat al-Qur'an yang terdapat dalam surat an-Nahlu ayat 125 sebagai
berikut:
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk. (Q.S. An-Nahlu: 125).
Dari ayat tersebut dapat
dipahami bahwa dalam menyampaikan pembelajaran pendidikan agama Islam, maka guru harus menggunakan cara-cara yang
baik. Hal ini akan
berpengaruh pada tingkat ketertarikan siswa terhadap pendidikan agama Islam. Bila metode yang dipakai
dapat menarik minat belajar siswa, maka hasil yang dicapai pun akan sesuai
seperti yang diharapkan.
Dalam pembelajaran
pendidikan agama Islam, lerdapat beberapa metode yang dianjurkan dan telah
diterapkan pada masa Rasulullah dan sahabat. Adapun metode-metode tersebut di antaranya:
a.
Metode
perumpamaan
“Metode perumpamaan adalah mencontohkan sesuatu hal yang lain dengan tujuan
menjelaskan maksud yang sedang dibicarakan, dengan permisalan ini maka hal yang
dibicarakan tersebut dapat dipahami dengan baik dan jelas”.[36] Pendidikan Islam
mementingkan pemberian contoh, terutama dalam al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah
Saw, karena cara tersebut sangat berpengaruh dalam menjelaskan makna dan
memberikan kesan yang mendalam. Allah Swt berfirman:
ª!. 3 Ïöku ª!$# ¾ÍnÍqãZÏ9 `tB âä!$t±o 4 ÛUÎôØour ª!$# @»sWøBF{$# Ĩ$¨Y=Ï9 3 ª!$#ur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ÒOÎ=tæ
Artinya:
...Allah membimbing kepada
cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan
bagi manusia dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Q.S. An-Nur:
35)
Siswa akan memperoleh
manfaat yang banyak dari metode pendidikan Islam melalui pemberian contoh,
sebab biasanya pemahaman mereka bergantung kepada hal-hal yang
konkret. Penggunaan contoh
yang konkret seperti
ini akan meningkatkan pemahaman
mereka tentang materi yang dipelajari dan akan memberi motivasi tersendiri
dalam belajar.
b.
Metode
kisah
¨bÎ) Îû y7Ï9ºs Zouö9Ïès9 `yJÏj9 #Óy´øs
Artinya: Sesungguhnya
pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang takut (kepada
Tuhannya). (Q.S. An-Nazi’at: 26)
Metode ini sangat disukai
oleh siswa karena disamping ceritanya enak didengar juga
mengandung pelajaran yang sangat berharga yang nilai-nilai tersebut dapat
diterapkan dalam kehidupannya.
c.
Metode
demonstrasi
Metode demonstrasi sebagai suatu metode mengajar di mana seorang
guru atau orang lain sengaja diminta untuk memperlihatkan pada seluruh kelas
tentang proses melakukan sesuatu. Jadi keaktifan siswa lebih banyak pada
mengamati apa yang didemonstrasikan. Dengan demonstrasi, proses penerimaan
siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga
membentuk pengertian dengan baik dan sempurna.
Metode ini pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw pada saat
mengajarkan shalat kepada para sahabat. Sebagaimana suatu ketika Rasul selesai
mengerjakan shalat, lalu beliau menghadap kepada para sahabat seraya bersabda:
Artinya: Wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku
berbuat seperti ini agar kalian meneladaniku dan agar kalian mempelajari
shalatku. (H.R. Bukhari).[37]
Hadits di atas membuktikan
bahwa metode demonstrasi merupakan metode yang sangat penting diterapkan dalam pembelajaran pendidikan
agama Islam. Karena dengan demonsti'asi maka siswa dapat memperhatikan langsung
bagaimana tata cara penerapan teori yang diberikan guru, seperti bagaimana cara
memandikan mayat, shalat, berwudhu dan lain sebagainya.
d.
Metode
Ceramah
“Metode ceramah adalah penuturan atau penjelasan guru secara lisan,
di mana dalam pelaksanaannya guru dapat menggunakan alat bantu mengajar untuk
memperjelas
uraian yang disampaikan kepada siswa”.[38] Metode ini menempatkan guru pada pusat perhatian. Gurulah yang
lebih banyak berbicara sedangkan murid hanya mendengarkan dan mencatat hal-hal
yang dianggap penting. Dalam sejarah Islam Nabi Muhammad Saw dan para sahabat
dalam mendakwahkan dan mengembangkan agama Islam banyak menggunakan metode
ceramah, hal ini sebagaimana tercermin dalam firman Alllah:
* $pkr'¯»t ãAqß§9$# õ÷Ïk=t/ !$tB tAÌRé& øs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ( ...
Artinya: Hai rasul,
sampaikanlah apa yang diturunkan oleh Tuhanmu kepadamu... (Q.S. Al-Maidah:
67)
Berdasarkan ayat tersebut di
atas maka dapat dipahami bahwa dakwah dapat disampaikan dengan cara berceramah
secara lisan atau ucapan. Begitu juga halnya dengan pengajaran di sekolah,
biasanya guru menggunakan metode ceramah bila memiliki tujuan agar siswa
mendapatkan informasi tentang sesuatu pokok atau persoalan
tertentu. Hal ini wajar digunakan bila sekolah tidak memiliki bahan bacaan
tentang masalah yang akan dibicarakan, mengingat juga bahwa jumlah siswa pada
umumnya banyak.
e.
Metode
Tanya Jawab
“Metode
tanya jawab ialah penyampaian pelajaran dengan jalan guru mengajukan pertanyaan
dan murid menjawabnya. Dengan kata lain metode ini adalah membangun interaksi
belajar mengajar”.[39] "Penggunaan teknik tanya jawab biasanya dimaksudkan
untuk menyimpulkan
pengetahuan dan pengalamannya, sehingga menjadi bermakna bagi
kehidupannya”.[40] Hal ini akan meningkatkan
daya kreatifitas siswa dalam berpikir dan mengemukakan pendapat, sehingga ia
lebih berani untuk tampil dan memperkuat mentalnya di depan orang banyak.
f.
Metode
keteladanan
Pendidikan dengan keteladanan berarti pendidikan dengan memberi
contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berpikir dan sebagainya. Para
ahli pendidikan berpendapat bahwa pendidikan keteladanan merupakan metode yang
paling berhasil. Hal ini karena dalam belajar, orang pada umumnya lebih mudah
menangkap yang konkret daripada yang abstrak. Heri Noer Aly mengatakan bahwa: “Pendidikan
barangkali akan merasa mudah mengkonsumsi pesannya secara lisan, namun peserta
didik akan merasa kesulitan dalam memahami pesan tersebut apabila ia tidak
melihat pendidiknya memberi contoh tentang kesan yang disampaikannya”.[41]
Dalam al-Qur'an terdapat banyak ayat yang menunjukkan kepentingan
penggunaan metode teladan dalam pendidikan. Di antaranya firman Allah Swt:
ôs)©9 tb%x. öNä3s9 Îû ÉAqßu «!$# îouqóé& ×puZ|¡ym `yJÏj9 tb%x. (#qã_öt ©!$# tPöquø9$#ur tÅzFy$# tx.sur ©!$# #ZÏVx. ÇËÊÈ
Artinya: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab: 21).
Ayat
di atas mengajarkan manusia untuk meneladani pribadi Rasulullah
Saw yang agung, sehingga mengisyaratkan kepada pendidik agar dapat memberikan
keteladanannya kepada peserta didik, baik melalui tutur kata, tingkah laku,
perbuatan maupun dalam hal berpakaian.
g.
Metode
pembiasaan
Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat
penting terutama bagi anak-anak. Karena mereka belum menghayati apa yang
disebut baik dan dalam arti susila. Anak-anak perlu dibiasakan untuk berbicara,
belajar dan bekerja secara teratur.
Menanamkan kebiasaan itu sulit, kadang-kadang memerlukan waktu
yang lama. Kesulitan ini disebabkan pada mulanya seorang anak belum mengenal
secara praktis sesuatu yang hendak dibiasakannya. Apalagi kalau yang dibiasakan
itu dirasa kurang menyenangkan. Oleh karena itu, dalam menanamkan kebiasaan
diperlukan pengawasan, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
Artinya: Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat apabila
sampai umur 7 tahun, dan pukullah
(apabila membangkang) apabila anakmu berumur 10 tahun. Dan pisahlah antara
mereka tempat tidurnya. (H.R. Ahmad dan Abu Daud).[42]
Pengawasan
hendaknya digunakan, meskipun secara berangsur-angsur peserta didik harus
diberi kebebasan. Anak-anak yang masih kecil sangat membutuhkan pengawasan.
Semakin besar seorang anak, pengawasan terhadapnya makin dikurangi. Dengan kata
lain, pengawasan dilakukan sesuai dengan usia peserta didik, serta perlu adanya
keseimbangan antara pengawasan dan kebebasan.
h.
Metode
nasehat
Yang dimaksud dengan nasehat ialah penjelasan tentang kebenaran
dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasehati dari bahaya
serta menunjukkannya ke jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat.
Di dalam jiwa terdapat pembawaan yang terpengaruh oleh kata-kata
yang didengar. Pembawaan ini biasanya tidak tetap, oleh karena itu kata-kata
harus diulang-ulang. Nasehat yang berpengaruh akan membuka jalannya ke dalam
jiwa seseorang secara langsung melalui perasaan, dari itu peserta didik
memerlukan nasehat-nasehat yang baik dan lembut, halus, akan
tetapi berbekas, bisa membuat anak kembali baik dan berakhlak mulia.
Nasehat dapat dilakukan dengan banyak cara seperti nasehat-nasehat
yang berisi sentuhan-sentuhan yang halus dan lembut yang dapat menyentuh
perasaan dan mengetuk jiwa serta melalui cerita (kisah-kisah) dan perumpamaan.
i.
Metode
motivasi dan intimidasi
Metode motivasi dan intimidasi digunakan sesuai dengan perbedaan
tabiat dan kadar kepatuhan manusia terhadap prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah
Islam. Sebab pengaruh yang dihasilkan tiap-tiap metode ini tidaklah sama.
Metode motivasi lebih baik dari metode intimidasi. Metode motivasi bersifat
positif dan pengaruhnya relatif lebih lama
karena bersandar pada pembangkit dorongan intrinsik manusia. Sedangkan metode
intimidasi bersifat negatif dan pengaruhnya relatif sementara karena bersandar
pada rasa takut.
Semua ini menunjukkan bahwa
pendidikan Islam lebih mengutamakan penggunaan metode motivasi
dari pada metode intimidasi. Metode intiniidasi baru digunakan apabila
metode-metode yang lain seperti memberi nasehat, petunjuk dan bimbingan tidak
berhasil.
j.
Metode
hukuman
Metode hukuman adalah metode terburuk, tetapi dalam kondisi
tertentu harus digunakan juga. Oleh karena itu, ada beberapa hal hendaknya
diperhatikan pendidik dalam menggunakan metode hukuman, antara lain:
1)
Hukuman
adalah metode kuratif, artinya tujuan hukuman untuk memperbaiki peserta didik
yang melakukan kesalahan dan memelihara peserta didik lainnya, bukan untuk
baias dendam. Oleh sebab itu. pendidik hendaknya tidak menjatuhkan hukuman
dalam keadaan marah.
2)
Hukuman
baru digunakan apabila metode lain seperti nasehat dan peringatan tidak
berhasil dalam memperbaiki peserta didik.
3)
Sebelum
dijatuhi hukuman, peserta didik hendaklah lebih dahulu diberi kesempatan untuk
berubah dan memperbaiki diri.
4)
Hukuman
yang dijatuhkan kepada peserta didik hendaknya dapat dimiliki olehnya, sehingga
ia menyadari kesalahannya dan tidak mengulanginya lagi.
5)
Dalam
menjatuhkan hukuman, pendidik hendaknya memperhatikan prinsip logis, yaitu
hukuman disesuaikan dengan jenis kesalahan.
[2]
Tohirin, Psikologi Pembelajaran
Pendidikan Islam Berbasis Integrasi dan Kompetensi (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2006), hal. 8.
[5]
W.S. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Pendidikan
(Jakarta: PT. Bina Aksara, 1999), hal. 116.
[6]
Tohirin, Psikologi Pembelajaran,
hal. 9.
[7] Sofyan Sauri, Pengembangan
Kepribadian: PAI Untuk Perguruan Tinggi (Bandung: Media Hidayat Publiser,
2006), hal. 82.
[14]
Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-Dasar
Pendidikan Agama Islam Cet. II, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 198.
[15]
Al-Baihaqi, Sunan Kubra, Jilid 10
(Beirut: Darul Fikri, t.t, ), hal. 192.
[25] M. Surya, Psikologi Pendidikan (Bandung: Publikasi
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan FKIP, 1991), hal. 126.
[34] Winarno Surachmat, Pengantar Penelitian, hal. 74.
[35] Jusuf
Djajadisastra, Metode-Metode Mengajar
(Bandung: Aksara, 1982), hal. 10.
[36]
Lihat, Fuad Bin Abdul Aziz Asy-Syalhub, Begini
Seharusnya Menjadi Guru (Jakarta: Darul Haq, 2009), hal. 126.
[39]
Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan
Agama, (Surabaya: Usaha Nasional, 1983), hal. 86.
[42]
Ahmad Ibnu Hambal, Musnad Ahmad Bin
Hambal, Abu Daud, Juz II (N.P: Maktaba Al-Buluts Waldirasat Darul Fikri, t.t),
hal. 599.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei dan tempat dilaksanakan
penelitian ini adalah di SMP Negeri 6 Banda Aceh.
Adapun
keadaan sekolah SMP Negeri 6 Banda Aceh secara rinci yaitu :
Nama
sekolah : SMP Negeri 6 Banda
Aceh
Alamat
sekolah : Jln. Tgk. Lam U Kota
Baru Banda Aceh
- Keadaan
fisik sekolah
- Luas tanah :
10.495 m2
- Jumlah ruang kelas : 23 kelas
- Bangunan lain yang ada :
a) Ruang
kepala sekolah : 1584
m2
b) Ruang
laboratorium IPA : 122 m2
c) Ruang
laboratorium bahasa : 150 m2
d) Ruang
perpustakaan : 284
m2
e) Ruang
bimbingan dan konseling : 14 m2
f) Ruang
mushalla :
283 m2
g) Ruang
kantor
- Kepala
sekolah : 30 m2
- Guru :
156 m2
- Administrasi : 70 m2
h) Gudang : 30
m2
i)
Rumah penjaga
malam : 15 m2
j)
Bangsal sepeda : 18 m2
k) Kamar
mandi / WC : 13 m2
l) Ruang serbaguna : 13 m2
m) Ruang
media :
72 m2
n) Ruang
komputer : 72
m2
- Lapangan olahraga ( jenis dan ukuran )
-
Lapangan basket :
1 unit
-
Lapangan volly : 2 unit
- Keadaan
lingkungan yang mengelilingi sekolah
Jenis
bangunan yang mengelilingi sekolah :
a) Sebelah
timur, barat dan selatan berbatasan dengan perumahan penduduk
b) Sebelah
urata berbatasan dengan jalan
- Guru
dan Siswa
1. Jumlah
guru : 76
Orang
2. Jumlah
guru tetap : 70 Orang
3. Jumlah
siswa seluruhnya : 710 Orang
4. Jumlah
siswa perkelas : ± 35 Orang
- Interaksi
Sosial
1. Hubungan
guru-guru : Baik
2. Hubungan
guru dan siswa : Harmonis
3. Hubungan
siswa-siswa : Baik
4. Hubungan
guru dan pegawai TU : Baik
5. Hubungan
sosial secara keseluruhan : Baik
- Tata
tertib
1. Untuk
siswa : Ada
2. Untuk
guru : Ada
3. Untuk
pegawai : -
- Kesan
Umum
Sangat memuaskan karena kerja sama terjalin dengan
baik, saling menghargai satu sama lain, juga saling mendukung dalam berbagai
bentuk kegiatan yang ada di SMP Negeri 6 Banda Aceh.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Setiap penelitian
memerlukan data dan informasi dari sumber-sumber yang dapat dipercaya, agar
data dan informasi tersebut dapat
digunakan unutk menjawab masalah-masalah dalam penelitian atau untuk menguji
hipotesis.
Dalam hal ini penulis menetukan terlebih dahulu
populasinya, guna untuk memperoleh data atau informasi yang perlu untuk
menjawab permasalah yang dihadapi dalam penelitian ini. Menurut Suharsimi
Arikunto: “Populasi adalah
keseluruhan jumlah yang dijadikan sebagai objek penelitian”.[1] Sedangkan sampel adalah
sebagian dari populasi yang cukup terwakili
untuk dijadikan sebagai sumber data sebenarnya.
Adapun yang menjadi
populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan siswa SMP Negeri 6 Banda Aceh.
Sedangkan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah sebagian siswa
saja, dikarenakan jumlah populasinya melebihi 100 orang. Hal ini sesuai dengan
pendapat Suharsimi Arikunto yang menyatakan bahwa: “apabila subjeknya kurang
dari 100, lebih baik diambil semuanya sehingga penelitiannya merupakan
penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subjeknya besar atau lebih dari
100, maka dapat diambil 5%-10% atau 10%-15% atau lebih”.[2]
Menurut data yang telah
penulis peroleh, saat ini jumlah keseluruhan siswa-siswi di SMP Negeri 6 Banda
Aceh berjumlah 710 orang. Berdasarkan pendapat Suharsimi Arikunto di atas, maka
penulis hanya mengambil sampel 5% saja atau 35 orang siswa yang terdiri dari
kelas I, II, III. Semua kelas menjadi bagian dari random sampling artinya
setiap kelas ikut terwakili. Sedangkan guru yang dijadikan sampel untuk
memperolah data-data adalah 3 orang guru pendidikan agama Islam dan kepala
sekolah SMP Negeri 6 Banda Aceh.
Penentuan pengambilan
sampel ini, penulis menggunakan “teknik random
sampling yaitu suatu teknik dengan
mencampur subjek-subjek di dalam populasi sehingga semua subjek dianggap sama”.[3]
C. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data tentang masalah yang diteliti
maka peneliti menggunakan metode deskriptif. Ditinjua dari segi penggunaannya, metode ini sangat
tepat digunakan dalam penelitian, karena usaha untuk mengambarkan data-data
yang ada pada satu waktu yang sedang berlangsung.
Adapun metodologi penelitian yang digunakan
penulis adalah sebagai berikut:
1.
Library research (penelitian kepustakaan)
Metode ini penulis lakukan sebagai upaya untuk mempersiapkan diri
terlebih dahulu dengan mempelajari buku-buku atau bahan-bahan bacaan sebagai
landasan teoritis yang berhubungan dengan masalah penelitian ini. Metode
penelitian kepustakaan ini penulis lakukan untuk mengembangkan bagian-bagian
karya ilmiah ini yang bersifat teoritis.
2.
Field research (penelitian lapangan)
Metode ini dimaksud sebagai suatu penelitian langsung terhadap objek
penelitian. Dalam hal ini penulis turun ke lapangan untuk mendapatkan data-data
dan informasi sehubungan dengan masalah-masalah pembahasan dalam karya ilmiah
ini yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Selanjutnya instrumen yang penulis pergunakan dalam
pengumpulan data penelitian ini adalah:
a.
Observasi, yaitu suatu penyelidikan atau pengamatan
langsung untuk memperoleh data dan informasi mengenai masalah yang akan
diteliti.
b.
Wawancara, yaitu sebuah
dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari
terwawancara. Untuk memperoleh data-data dalam penelitian ini penulis
mengadakan dialog langsung dengan kepala sekolah, guru kelas dan tenaga
pengajar.
c.
Angket, yaitu suatu instrumen yang berisi pertanyaan-pertanyaan
yang akan dijawab oleh responden. Angket ini dibuat dalam bentuk tertutup,
artinya setiap, pertanyaan telah disediakan kemungkinan jawabanya, sesuai
dengan pengetahuan dan pengalaman responden. Dalam hal ini, angket dibagikan
kepada 30 orang siswa SMP Negeri 6 Banda Aceh yang terpilih sebagai sampel.
D.
Metode Pengolahan Data
Semua data yang
terkumpul dari hasil penyebaran angket kepada responden diolah dan
ditabulasikan ke dalam bentuk tabel dengan menghitung frekuansi dan persentase
dengan menggunakan rumus statistik sederhana yaitu:
P =
x 100%

Keterangan: P =
Persentase
F =
Frekuensi
N =
Jumlah sampel.
100%
= bilang tetap.[4]
Hasil perhitungan
persentase inilah yang akan menjadi landasan menarik kesimpulan, dengan
berpedoman pada panduan penafsiran yang dikemukan oleh yaitu:
100% = seluruhnya
80 – 99% = pada umumnya
60 – 79% = sebagian besar
50 – 59% = lebih dari setengah
40 – 49% = kurang dari setengah
20 – 39% = sebagian kecil
0 – 19% = sedikit sekali.[5]
[1]
Suharsimi Arikunto, Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Bina Aksara, 1998), hal. 102.
[5]
S. Mulyani Nurhadi, Administrasi
Pendidikan di Sekolah (Yogyakarta: Bina Aksara, 1989), hal. 61.
BAB IV
PEMBELAJARAN PAI DI SMP
NEGERI 6 BANDA ACEH
A.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1.
Gambaran
SMP Negeri 6 Banda Aceh
SMP
Negeri 6 Banda Aceh terletak di Jln. Tgk. Lam U Kota Baru Banda Aceh. SMP ini
didirikan di atas tanah seluas 10.495 M2
pada tahun 1978 dengan status SMP Negeri 6 Banda Aceh. Adapun batas
sekolah ini adalah sebagai berikut:
Ø Sebelah Timur, Barat dan Selatan
berbatasan dengan perumahan penduduk.
Ø Sebelah Urata berbatasan dengan jalan.
2.
Keadaan
Guru
Guru
merupakan bagian terpenting dalam organisasi sekolah. Keberadaannya sangat
dibutuhkan dalam meningkatkan prestasi siswa di sekolah. Hal ini disebabkan
karena fungsinya sebagai pendidik yang mendidik dan memotivasi siswa-siswinya
menjadi pintar dan berguna bagi kehidupan nusa dan bangsa. Adapun keadaan guru
di SMP Negeri 6 ini dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.1 Keadaan Guru SMP
Negeri 6 Banda Aceh
No
|
Guru
|
Laki-Laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
1
2
3
4
|
Guru Tetap
Guru Honda/GTT
Guru Titipan
Guru Sertifikasi
|
10
3
-
1
|
56
4
2
15
|
66
7
2
16
|
|
Jumlah
|
14
|
77
|
91
|
Berdasarkan
tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas guru yang mengajar di SMP Negeri
6 Banda Aceh adalah guru tetap, hal tersebut berdasarkan jumlahnya yang
terbanyak 66 orang, guru sertifikasi berjumlah 16 orang, sedangkan guru
honda/GTT berjumlah berjumlah 7 orang dan guru titipan hanya berjumlah 2 orang
saja. Sekolah ini juga memiliki staf tata usaha yang pegawainya berjumlah 13
orang dan satu orang Satpam.
3.
Keadaan
siswa
SMP
Negeri 6 Banda Aceh memiliki siswa sejumlah 710 orang. Kebanyakan
siswa-siswinya berasal dari masyarakat yang tinggal di sekitar sekolah dan yang
menetap di Banda Aceh, hanya sebagian kecil siswa-siswi yang berasal dari luar
kecamatan. Adapun keadaan siswa SMP Negeri 6 Banda Aceh.
Tabel 4.2 Keadaan Siswa
SMP Negeri 6 Banda Aceh
No
|
Kelas
|
Laki-Laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
1
2
3
4
5
6
7
8
|
VII - 1
VII - 2
VII - 3
VII - 4
VII - 5
VII - 6
VII - 7
VII - 8
|
22
18
15
16
11
9
15
15
|
14
16
20
20
13
17
11
8
|
36
34
35
36
24
26
26
23
|
Jumlah
|
121
|
119
|
240
|
|
9
10
11
12
13
14
15
16
|
VIII - 1
VIII - 2
VIII - 3
VIII - 4
VIII - 5
VIII - 6
VIII - 7
VIII - 8
|
15
19
18
16
15
19
13
9
|
19
16
16
16
18
14
13
18
|
34
35
34
32
33
33
26
27
|
Jumlah
|
124
|
130
|
254
|
|
17
18
19
20
21
22
23
|
IX - 1
IX - 2
IX - 3
IX - 4
IX - 5
IX - 6
IX – 7
|
17
19
20
21
20
10
10
|
19
15
16
14
15
9
11
|
36
34
36
35
35
19
21
|
Jumlah
|
117
|
99
|
216
|
Sumber
data: Dokumentasi SMP Negeri 6 Banda Aceh 2010
Tabel di atas menunjukkan bahwa
jumlah keseluruhan siswa-siswi SMP Negeri 6 Banda Aceh adalah 710 orang. Kelas
yang paling banyak siswanya adalah kelas VIII yang terbagi dalam 8 kelas dengan
jumlah keseluruhan siswanya sebanyak 254 siswa, sedangkan kelas VII terbagi
dalam 8 kelas dengan jumlah 240 siswa dan kelas IX yang terbagi dalam 7 kelas
dengan jumlah 216 siswa.
4.
Sarana
dan prasarana
Selain
kemampuan dan kedisiplinan guru yang diikuti oleh keaktifan siswa, keberhasilan
suatu proses belajar mengajar pada suatu lembaga pendidikan juga didukung oleh
kelengkapan sarana pendidikan. Untuk mengetahui keadaan sarana dan prasarana di
SMP Negeri 6 ini dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel
4.3 Keadaan Sarana Pendidikan SMP Negeri
6 Banda Aceh
No
|
Jenis
Sarana
|
Jumlah
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
|
Ruang kepala
sekolah
Ruang belajar
siswa
Ruang dewan
guru
Ruang TU
Ruang Bimbingan
dan konseling
Laboratorium
IPA
Laboratorium
Bahasa
Laboratorium
Komputer
Perpustakaan
Musholla
Kamar mandi/WC
Lapangan olah
raga
Pos satpam
Kantin
Rumah penjaga
malam
Gudang
Ruang media
Ruang serba
guna
|
1
23
1
1
1
1
1
1
1
1
12
4
1
1
1
1
1
1
|
Sumber
data: dokumentasi SMP Negeri 6 Banda Aceh Tahun 2010
5.
Struktur
organisasi
SMP
Negeri 6 Banda Aceh mempunyai struktur organisasi yang teratur guna
memperlancar proses pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Untuk
mencapai tujuan tersebut diperlukan sistem organisasi yang melibatkan semua
bagian dan bertanggung jawab atas kelangsungan hidup suatu lembaga pendidikan. Dengan
adanya struktur organisasi, maka sebuah
lembaga memiliki pembagian tugas yang jelas. Struktur organisasi juga
bertujuan untuk menjaga kestabilan suatu jabatan agar tidak terjadi
kesimpang-siuran pekerjaan yang telah ditetapkan. Selain itu dengan struktur
organisasi dapat memberikan suatu gambaran secara umum apa yang menjadi sasaran
yang akan dicapai oleh lembaga tersebut.
Dengan
manajemen organisasi yang baik, diharapkan pembagian tugas dan tanggung jawab
semua pegawai dan tenaga pengajar dapat ditempatkan sesuai dengan bidang dan
fungsinya masing-masing. Setiap pegawai harus mengerti dan menyadari tugas dan
tanggung jawabnya. Hal ini guna menghindari kesewenang-wenangan atasan terhadap
bawahan dan menciptakan situasi kerja yang harmonis di lembaga tersebut.
Untuk
mengetahui dengan jelas struktur organisasi di SMP Negeri 6 Banda Aceh dapat
dilihat pada skema berikut ini:
STRUKTUR ORGANISASI SMP
NEGERI 6 BANDA ACEH
Kepala
Sekolah
Dra.
Hj. Kasumi Sulaiman, MM
|
Kepala
Perpustakaan
Dra.
Ruhaida
|
Wakil
Sarana Prasarana
Yusnidar,
S.Pd
|
Wakil
Kesiswaan
Drs.
Sulaiman
|
Wakil
kurikulum
Drs.
Yulisa Nur Adam, SH
|
Kepala
Tata Usaha
Hasbi
|
Kepala
Laboratorium
fauziah,
S.Si
|
Kepala
BK
Dra.Hj.
Nurlina
|
Wali
Kelas
|
Wakil
Humas
Nur
Amaliati, S.Pd I
|
SISWA
|
Guru
Mata Pelajaran
|
Sumber
Data: Dokumentasi SMP Negeri 6 Banda Aceh Tahun 2010
Berdasarkan
struktur organisasi di atas, dapat diketahui bahwa susunan organisasi lembaga pendidikan
di SMP Negeri 6 Banda Aceh berjenjang. Setiap jenjang mempunyai tanggung jawab
dan wewenang tersendiri. Dengan adanya struktur organisasi ini, maka tampak
jelas bahwa SMP Negeri 6 Banda Aceh merupakan suatu organisasi yang teratur
sebagai suatu lembaga pendidikan yang terorganisir dalam menjalankan
pendidikan.
B.
Metode Dilakukan
Guru Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar PAI Siswa
Untuk
mengatasi dan meminimalisir kendala-kendala yang muncul dalam peningkatan
prestasi belajar siswa, maka harus ada metode-metode yang ditempuh oleh guru
agar prestasi siswa dalam belajar terus meningkat. Untuk melihat metode atau
cara yang ditempuh oleh guru PAI di SMP Negeri 6 Banda Aceh dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.4. Apakah Guru
selalu Aktif dalam Melaksanakan Pembelajaran PAI
No
|
Alternatif
jawaban
|
Frekuansi
|
Persentase
|
a.
b.
c.
d.
|
Sangat aktif
Aktif
Kurang aktif
Tidak aktif
|
5
20
10
-
|
14
57
29
-
|
Jumlah
|
35
|
100%
|
Tabel
di atas menunjukkan bahwa 57% dari responden mengatakan bahwa guru aktif pada saat
proses belajar mengajar berlangsung. Sementara 29% menjawab bahwa guru kurang
aktif pada saat berlangsungnya pembelajaran PAI, hanya 14% yang mengaku sangat
aktif dan tidak ada responden yang mengatakan guru tidak aktif. Dari itu dapat
dipahami bahwa tidak menonjolnya keaktifan guru agama di sekolah ini.
Metode yang ditempuh dalam meningkatkan prestasi belajar
siswa juga dapat dilakukan dengan memberi penghargaan kepada siswa. Untuk
melihat apakah guru PAI di SMP Negeri 6 Banda Aceh memberi penghargaan kepada
siswa dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5. Apakah
Guru Memberikan Penghargaan Bagi Siswa yang Menyelesaikan Tugas dengan Baik.
No
|
Alternatif
jawaban
|
Frekuansi
|
Persentase
|
a.
b.
c.
d.
|
Sering
Ya
Jarang
Tidak pernah
|
1
5
17
12
|
3
14
49
34
|
Jumlah
|
35
|
100%
|
Tabel
di atas mendeskripsikan bahwa 49% dari responden mengatakan bahwa guru jarang memberi
penghargaan kepada siswa yang berprestasi, 34% bahkan menjawab bahwa guru tidak
pernah memberikan penghargaan kepada siswa. Sementara itu hanya 14% menjawab
“ya” dan hanya 3% yang mengaku bahwa guru sering memberikan hadiah kepada
siswa.
Pemberian hadiah kepada siswa yang berprestasi sangat
jarang dilakukan di SMP Negeri 6 Banda Aceh. Hal ini diakui oleh Bapak Nurdin
dan Ibuk Kasmiati yang mengatakan: “Pemberian hadiah dalam bentuk materi tidak
pernah diberikan kepada siswa”.[1]
Hanya Ibuk Khadijah yang sesekali memberi hadiah kepada siswa-siswanya yang
berprestasi”.[2]
Untuk
mengetahui bentuk hadiah yang diberikan guru kepada siswa dapat dilihat pada
tabel di bawah:
Tabel 4.6. Bentuk
Penghargaan yang Diberikan Guru.
No
|
Alternatif
jawaban
|
Frekuansi
|
persentase
|
a.
b.
c.
d.
|
Hadiah
Pujian
Disayangi
Nilai yang
tinggi
|
1
7
7
20
|
3
20
20
57
|
Jumlah
|
35
|
100%
|
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa 57% dari
responden mengatakan bahwa guru memberi hadiah kepada siswa biasanya adalah
dalam bentuk nilai yang tinggi, sementara masing-masing 20% dari responden
menjawab diberikan dalam bentuk pujian dan disayangi, hanya 3% yang mengatakan
hadiah dalam bentuk materi.
Pemberian hadiah untuk siswa berprestasi sesekali
dilakukan oleh ibuk Khadijah yang mengatakan: “Hadiah yang biasa diberikan
kepada siswa yang berprestasi berupa buku tulis”.[3]
Di samping hadiah, dalam meningkatkan prestasi belajar
siswa juga diperlukan hukuman yang diberlakukan pada siswa yang tidak
menyelesaikan tugasnya dengan baik. Untuk mengetahui apakah hukuman juga
diterapkan di SMP Negeri 6 Banda Aceh dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.7.
Pernahkah Guru Memberikan Hukuman Bagi Siswa Yang Tidak Menyelesaikan Tugas.
No
|
Alternatif
jawaban
|
Frekuansi
|
persentase
|
a.
b.
c.
d.
|
Sering
Ya
Jarang
Tidak pernah
|
7
18
5
5
|
20
52
14
14
|
Jumlah
|
35
|
100%
|
Tabel di atas menyatakan bahkan 52% lebih dari
responden mengaku guru memberi hukuman kepada siswa yang tidak menyelesaikan
tugasnya, 20% lagi mengatakan sering memberikan hukuman. Sementara 14% responden
mengatakan bahwa jarang dan sisanya 14% mengatakan bahwa guru tidak pernah
memberikan hukuman kepada siswa yang tidak menyelesaikan tugasnya.
Bentuk
hukuman yang diberikan gruru bisa bermacam-macam jenisnya. Untuk melihat bentuk
hukuman apa saja yang pernah diberikan guru kepada siswa yang tidak
menyelesaikan tugasnya dengan baik dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel
4.8. Bentuk Hukuman yang Diberikan Guru
No
|
Alternatif
jawaban
|
Frekuansi
|
persentase
|
a.
b.
c.
d.
|
Peringatan/Nasehat
Hukuman fisik
Denda
Tugas ditambah
|
29
-
1
5
|
83
-
3
14
|
Jumlah
|
35
|
100%
|
Dari
tabel di atas dapat diketahui bahwa 83% mengaku sering mendapat peringatan atau
nasehat bila tidak menyelesaikan tugasnya dengan baik, sementara 14% menjawab
hukuman yang biasa diberikan berupa penambahan tugas dan hanya 3% responden
yang mengaku hukuma yang diberikan guru berupa denda.
Hal
senada dengan jawaban responden diakui oleh Ibuk Khadijah yang mengatakan:
“pemberian hukuman perlu dilakukan unutk meningkatkan prestasi belajar siswa.
Pemberian hukuman bisa menjadi sarana yang tepat untuk menangani siswa yang
tidak mau belajar dengan baik. Adapun bentuk hukuman yang biasa diberikan yaitu
teguran dan bimbingan”.[4]
Sementara
kepala sekolah SMP Negeri 6 Banda Aceh Kasumi Sulaiman mengatakan bahwa: “untuk
siswa yang tingkat kehadirannya kurang dan prestasinya merosot akan dipanggil
orang tuanya untuk diajak bekerja sama dalam meningkatkan prestasi belajar
siswa serta memperbaiki prestasinya”.[5]
C. Penyebab
tidak Meningkatnya Prestasi Belajar Siswa SMP Negeri 6 Banda Aceh
Prestasi merupakan salah satu
faktor penting yang dapat menarik perhatian siswa terhadap sesuatu. Begitu juga
dalam hal belajar PAI, bila siswa memiliki prestasi yang tinggi terhadap
pelajaran ini, maka siswa akan belajar lebih bersemangat untuk mencapai tujuan
belajar yang diharapkan. Untuk melihat tingkat kesukaan siswa terhadap mata
pelajaran agama Islam dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.9.
Tingkat Kesukaan Siswa Terhadap PAI
No
|
Alternatif
jawaban
|
Frekuansi
|
persentase
|
a.
b.
c.
d.
|
Sangat suka
Suka
Kurang suka
Tidak suka
|
17
18
-
-
|
49
51
-
-
|
Jumlah
|
35
|
100%
|
Tabel di atas menunjukkan bahwa
sebagian besar responden menjawab suka mempelajari PAI yaitu sebanyak 51%,
sedangkan 49% lainnya mengatakan sangat suka mempelajari pelajaran ini.
Sementara alternatif jawaban “kurang
suka” dan “tidak suka” tidak dipilih oleh responden. Dari itu dapat disimpulkan
bahwa siswa-siswi SMP Negeri 6 Banda Aceh memandang sama terhadap pelajaran
agama dan pelajaran-pelajaran lainnya.
Setiap
siswa memiliki tujuan yang berbeda dalam mempelajari PAI. Hal ini karena
siswa-siswa tersebut mempunyai pandangan yang berbeda dalam mempelajari PAI.
Untuk mengetahui tujuan siswa dalam mempelajari PAI dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.10.
Tujuan Siswa SMP Negeri 6 Mempelajari PAI
No
|
Alternatif
jawaban
|
Frekuansi
|
persentase
|
a.
b.
c.
d.
|
Untuk
mempelajari dan memahami tata cara beribadah
Untuk
menumbuhkan kebiasaan berakhlak baik
Untuk
memperoleh ilmu pengetahuan agama
Untuk
mendapatkan nilai pelajaran agama
|
4
19
12
-
|
12
54
34
-
|
Jumlah
|
35
|
100%
|
Tabel di atas menjelaskan bahwa
kebanyakan responden yaitu sebanyak 54% mempelajari PAI untuk menumbuhkan
kebiasaan berakhlak baik, 34% responden memiliki tujuan untuk memperoleh
pengatahuan agama Islam dan sisanya 12% mengatakan bahwa tujuan mempelajari PAI
adalah untuk mempelajari dan memahami tata cara beribadah. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa tujuan yang ingin dicapai siswa adalah supaya mampu
menumbuhkembangkan akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari, juga untuk memperoleh
dan memiliki ilmu agama bagi dirinya.
Tujuan
yang ingin dicapai siswa berpengaruh besar terhadap tinggi rendahnya prestasi
belajarnya terhadap pendidikan agama Islam. Apabila tujuan yang ingin
dicapainya tidak terdapat dalam teori yang sedang dipelajari, maka secara
otomatis prestasi belajarnya akan rendah dan begitu pula sebaliknya.
Untuk
mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan yang diharapkan oleh siswa dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.11.
Tercapai atau Tidaknya Tujuan Siswa dalam Mempelajari PAI
No
|
Alternatif
jawaban
|
Frekuansi
|
persentase
|
a.
b.
c.
d.
|
Tercapai
Kurang
tercapai
Belum tercapai
Tidak tercapai
|
9
16
10
-
|
26
46
28
-
|
Jumlah
|
35
|
100%
|
Tabel
di atas mendeskripsikan bahwa 46% mengaku bahwa tujuan yang ingin dicapainya
dalam mempelajari PAI masih dirasa kurang tercapai, di samping itu 28% dari
responden menjawab belum tercapai. Hanya sedikit responden yang menjawab
tercapai yaitu sebanyak 26% dan tidak ada responden yang menjawab tidak
tercapai.
Belum
tercapainya tujuan yang diinginkan dicapai siswa adakalanya disebabkan materi
yang disediakan tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh siswa, atau karena
metode penyampaiannya yang kurang tepat.
Metode
juga memiliki peran penting dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Bila
metode yang diterapkan tidak sesuai, maka siswa akan merasa jenuh dalam belajar
PAI. Untuk mengetahui metode yang paling disukai siswa dalam proses belajar
mengajar dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.12.
Metode yang Paling Disukai Siswa dalam Pembelajaran PAI
No
|
Alternatif
jawaban
|
Frekuansi
|
persentase
|
a.
b.
c.
d.
|
Ceramah
Tanya jawab
Diskusi dan
demonstrasi
Penggabungan
|
12
14
4
5
|
34
40
12
14
|
Jumlah
|
35
|
100%
|
Tabel
di atas menunjukkan bahwa metode yang paling disukai oleh siswa adalah metode
tanya jawab. Hal ini dapat dilihat dari 40% jawaban responden yang menyatakan
metode tanya jawab, 34% dari responden menjawab metode yang paling disukai
siswa adalah metode ceramah, sedangkan 14% yang lain menyukai penggabungan
metode dalam proses belajar PAI dan hanya 12% responden yang menjawab metode
diskusi dan demonstrasi. Jadi jelaslah bahwa metode tanya jawab sangat membentu
siswa untuk meningkatkan prestasi belajar itu sendiri.
Di
SMP Negeri 6 Banda Aceh tidak semua siswa memiliki buku paket PAI. Oleh karena
itu kebanyakan siswa harus mencatat materi yang diberikan oleh guru agar tidak
ketinggalan materi. Untuk melihat apakah siswa-siswa tersebut mencatat materi
yang diberikan oleh guru dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.13.
Apakah Siswa Mencatat Materi yang Diberikan Guru bila Tidak Mempunyai Buku
Paket
No
|
Alternatif
jawaban
|
Frekuansi
|
persentase
|
a.
b.
c.
d.
|
Ya
Kadang-kadang
Tidak
Sebagiannya
|
13
10
2
10
|
37
29
5
29
|
Jumlah
|
35
|
100%
|
Tabel di atas menjelaskan bahwa
sebagian besar siswa mencatat setiap materi PAI yang dibeikan oleh guru. Hal
ini terbukti dari 37% dari responden mengaku bahwa selalu mencatat setiap
materi yang diberikan oleh guru. Sedangkan sebagian responden yang lain 29%
menjawab kadang-kadang mencatat dan kadang-kadang tidak mencatat materi yang
diberikan guru. Hanya 5% saja yang tidak mencatat materi yang diberikan guru.
D.
Kendala yang Dihadapi Guru dalam Meningkatkan
Prestasi belajar Siswa
Pelaksanaan
pembelajaran PAI tidak selalu berjalan sesuai dengan yang direncanakan, kendala
akan selalu hadir di setiap pelaksanaanya. Prestasi belajar siswa juga akan
surut bila kendala yang ada tidak diminimalisir. Banyak hal yang bisa menjadi
kendala dalam meningkatkan minat belajar siswa, di antaranya metode yang
digunakan tidak disukai siswa, tidak ada sarana belajar yang memadai, kurangnya
semangat siswa dalam belajar dan lain sebagainya. Untuk melihat kendala apa
saja yang dihadapai guru dalam meningkatkan prestasi belajar PAI siswa dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.14.
Apakah Tersedia Buku Paket PAI di Perpustakaan Sekolah
No
|
Alternatif
jawaban
|
Frekuansi
|
persentase
|
a.
b.
c.
d.
|
Tersedia
Kurang
tersedia
Tidak tersedia
Tidak mencukupi
|
9
10
2
14
|
26
29
5
40
|
Jumlah
|
35
|
100%
|
Tabel
di atas menjelaskan bahwa 40% dari responden mengatakan bahwa buku paket PAI
yang tersedia di perpustakaan sekolah masih kurang tercukupi bagi seluruh siswa
SMP Negeri 6 Banda Aceh, 29% menjawab bahwa buku paket PAI kurang tersedia, 26%
dari responden yang menjawab tersedia. Hanya 5% menjawab bahwa tidak tersedia
buku paket PAI di perpustakaan sekolah bagi seluruh siswa SMP Negeri 6 Banda
Aceh.
Hal
senada diungkapkan oleh Nurdin yang mengatakan bahwa: “buku paket PAI di
perpustakaan SMP Negeri 6 tidak mencukupi sehingga siswa tidak dapat belajar
dengan efektif dan efisien”. [6]
Sedangkan
menurut Kepala Sekolah Kasumi Sulaiman: “kendala mendasar yang dihadapi guru
adalah kurangnya perhatian dari pihak orang tua dan keluarga terhadap proses
pendidikan siswa-siswa di SMP Negeri 6 Banda Aceh sehingga kerja sama orang tua
dan pihak sekolah tidak terjalin dengan baik untuk meningkatkan prestasi
belajar PAI siswa”.[7]
Penggunaan
metode yang sama pada setiap proses belajar mengajar akan membuat siswa merasa
bosan dalam belajar. Untuk melihat apakah guru memvariasikan metode mengajarnya
dalam proses belajar mengajar PAI dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.15.
Apakah Guru Memvariasikan Metode Belajar pada saat Mengajar PAI
No
|
Alternatif
jawaban
|
Frekuansi
|
persentase
|
a.
b.
c.
d.
|
Selalu
Ya
Jarang
Tidak
|
3
9
13
10
|
9
26
37
28
|
Jumlah
|
35
|
100%
|
Dari tabel di atas
dapat dilihat bahwa dalam proses belajar mengajar PAI guru jarang memvariasikan
metode mengajarnya, hali ini dari jawaban sebagian besar responden yaitu sebanyak
37%. 28% dari responden menjawab bahwa guru tidak memvariasikan metode
mengajarnya, responden yang lain 26% mengatakan guru memvariasikan metode
mengajarnya dan hanya 9% responden yang mengatakan selalu memvariasikan metode
mengajarnya.
E.
Pembuktian Hipotesis
Sesuai
dengan hipotesis yang penulis ajukan pada bab terdahulu, maka di sini penulis
bermaksud untuk membuktikan kebenarannya sejalan dengan data yang telah penulis
dapatkan di lapangan.
Hipotesis
yang pertama adalah metode yang
dilakukan guru pendidikan agama Islam untuk meningkatkan prestasi pada siswa
dalam pendidikan agama Islam belum maksimal. Dari tabel 4.5 dan 4.6 menunjukkan
bahwa guru PAI sangat jarang memberikan hadiah kepada siswa-siswi yang
berprestasi. Hal ini dapat berakibat menurunnya prestasi belajar siswa dalam
mempelajari PAI karena guru PAI di SMP Negeri 6 Banda Aceh hanya menerapkan
pemberian hukuman saja bagi siswa-siswi yang tidak menyelesaikan tugas dengan
baik seperti yang ditunujukkan pada tabel 4.7 dan 4.8. Metode pemberian hukuman
bagi siswa yang tidak menyelesaikan tugas dengan baik harus diiringi dengan
pemberian hadiah bagi siswa yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan sempurna
agar semangat belajar tetap terjaga. Metode pemberian hadiah di sekolah ini
hanya sesekali dilakukan sehingga harus dipertimbangkan untuk ditingkatkan
lagi. Metode yang lain dilakukan untuk meningkatkan prestasi siswa-siswi yang
bermasalah adalah dengan memberikan nasehat secara individu maupun kelompok. Di
samping itu juga diberlakukan pemanggilan orang tua untuk siswa kehadirannya
tidak mencukupi target yang ditetapkan. Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa metode yang dilakukan oleh guru masih belum maksimal, dan
hanya memperhatikan siswa yang prestasinya rendah saja sedangkan siswa-siswi
yang mempunyai prestasi belajar yang tinggi tidak diperhatikan lagi. Dari
penjelasan tersebut berarti hipotesis yang pertama ini dapat diterima
kebenarannya.
Hipotesis yang kedua adalah Penyebab tidak
meningkatnya prestasi siswa di SMP Negeri 6 Banda Aceh disebabkan karena
metode yang dipergunakan oleh guru dalam
pembelajaran PAI tidak sesuai dengan keinginan siswa. Berdasarkan hasil
penelitian penulis, siswa-siswi SMP Negeri 6 Banda Aceh lebih menyukai metode
tanya jawab dalam belajar pendidikan agama Islam. Akan tetapi guru PAI di
sekolah tersebut selalu menggunakan metode ceramah, hanya Ibuk Khadijah yang
sesekali menggunakan metode tanya jawab. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.12.
Penyebab lain adalah tujuan siswa dalam mempelajari PAI yang berbeda-beda,
sehingga bila materi yang diberikan guru tidak sesuai dengan tujuannya, maka
siswa menjadi tidak aktif dalam belajar dan tidak mencatat materi yang
diberikan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.9, 4.10, 4.11, dan 4.13. Dari
kesimpulan tersebut berarti hipotesis yang kedua ini dapat diterima
kebenaranya.
Hipotesis yang ketiga adalah Guru pendidikan
agama menghadapi banyak kendala dalam meningkatkan prestasi belajar PAI siswa
di SMP Negeri 6 Banda Aceh. Hasil wawancara penulis dengan kepala sekolah, Ibuk
Kasumi Sulaiman dapat diketahui bahwa kendala utama yang dihadapi oleh guru PAI
dalam meningkatkan prestasi belajar siswa adalah kurangnya perhatian orang tua
dan keluarga terhadap pendidikan siswa-siswa SMP Negeri 6 Banda Aceh. Kendala
lain yang dihadapi guru yang lain adalah kurang tersedianya buku paket PAI di
perpustakaan sekolah, sehingga siswa-siswi tidak dapat belajar dengan efektif
dan efesien. Di samping itu, rasa bosan juga muncul karena guru hanya
menerapkan satu metode saja pada saat proses belajar mengajar PAI di kelas
berlangsung. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.14 dan 4.15. jadi hipotesis
yang ketiga ini dapat diterima kebenarannya.
[1] Hasil Wawancara Penulis
dengan Guru PAI, Nurdin dan Kasmiati, Tanggal 19 April 2010.
[4] Hasil Wawancara Penulis
dengan Guru PAI, Khadijah, Tanggal 19 April 2010.
[5] Hasil Wawancara Penulis
dengan Kepala Sekolah, Kasumi Sulaiman, Tanggal 19 April 2010.
[6] Hasil Wawancara Penulis
dengan Guru PAI, Nurdin, Tanggal 19 April 2010.
[7] Hasil
Wawancara Penulis dengan Kepala Sekolah, Kasumi Sulaiman, Tanggal 19 April 2010.skripsi belajar